SOLO (Panjimas.com) – Umat Islam harus selalu waspada dan segera mengambil sikap secara cermat dan cerdas dalam menghadapi berbagai bentuk makar yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, baik dari dalam dan luar tubuh umat Islam.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki Solo Jawa Tengah (Jateng), ustadz Sholeh Ibrohim. Terkait dengan istilah pesantren radikal yang dikeluarkan dan dimunculkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kroni-kroninya, ustadz Sholeh mensinyalir adanya agenda tersebulung dalam rilis tersebut.
Amir Biniyabah Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini menyatakan adanya stigmatisasi negatif dan pembunuhan karakter terhadap lembaga pendidikan semacam pondok pesantren (ponpes). (Baca: BNPT & Densus 88 Sebut Ada 30 Pesantren Radikal di Indonesia, Kemenag Bantah Klaim Tersebut)
“Soal istilah pesantren radikal ini menurut saya merupakan salah satu bagian dari sejumlah upaya yang sedang dilakukan BNPT sebelumnya untuk melakukan stigma buruk dan pembunuhan karakter terhadap pesantren,” ujar ustadz Sholeh saat ditemui Panjimas.com di kediamannya pada Selasa (10/3/2015). (Baca: Pengurus Al Mukmin Ngruki: Istilah Pesantren Radikal dari BNPT Gegabah & Salah Kaprah)
“Seperti kita ketahui, beberapa waktu lalu BNPT yang bekerjasama dengan sejumlah lembaga dan LSM liberal kan sering mengadakan workshop dan seminar soal Deradikalisasi, salah satu yang diundang adalah ponpes. Di Solo saja itu banyak. Tapi saya lihat usaha BNPT ini gagal total. Makanya mereka mau cari cara lain untuk menjelekkan lembaga pendidikan yang berbasis Islam,” ungkap tokoh Islam senior Kota Solo ini.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumya, Densus 88, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali membuat sensasi dan kontroversi di media massa. Mereka menyebut adanya pondok pesantren (ponpes) yang berpaham radikal.
Tak tanggung-tanggung, BNPT dan Densus 88 serta BIN menyebut lebih dari 30 pesantren yang berada di Indonesia disinyalir memiliki paham radikal. Pesantren-pesantren itu ditandai sebagai lembaga pendidikan yang diduga kuat memiliki indikasi paham radikalisme.
“Kita dapat data tersebut dari kepolisian melalui investigasi yang dilakukan ketiga lembaga negara tersebut,” ungkap Direktur Pendidikan Dinniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Mohsen saat ditemui di Kantor Kemenag, di Jakarta, pada Jum’at (6/3/2015). [GA]