JAKARTA (Panjimas.com) – Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Achmad Michdan menyatakan kekecewaannya atas penolakan eksepsi terdakwa Ustadz Afif Abdul Majid dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Minggu yang lalu, Achmad Michdan selaku kuasa hukum Ustadz Afif Abdul Majid menyampaikan nota keberatan atau eksepsi dengan judul “Islamophobia dan Kriminalisasi Umat Islam”.
“Kriminalisasi Umat Islam yang akhirnya melahirkan Islamophobia yaitu menyebarkan rasa takut dan benci terhadap umat islam dan kaum muslimin, termasuk mendiskreditkan umat islam, memarginalkan dari segala bentuk kegiatan sosial, ekonomi, politik dan kehidupan keseharian bermasyarakat.
Kekhawatiran tersebut merupakan hal yang berlebihan yang sesungguhnya tidak rasional karena ketakutan pada hal-hal tertentu termasuk rasa khawatir akan umat islam yang akan menguasai dunia baik dari aspek ekonomi dan politik internasional,” demikian kutipan eksepsi yang disampaikan TPM pada persidangan Kamis (26/2/2015) lalu di PN Jakarta Pusat.
Adapun pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengaitkan terdakwa dengan Islamic State of Iraq and Sham (ISIS), maka TPM dengan tegas menolak hal itu dan menyatakan bahwa tuduhan tersebut bermotif politik.
“Pernyataan dari JPU yang menyebutkan motif dukungan pendirian DULAH ISLAMIAH (Negara Islam) ini, jelas jelas merupakan pernyataan yang bermotif POLITIK dan membuktikan bahwa TERDAKWA diadili karena memiliki motif POLITIK yaitu mendukung berdirinya DAULAH ISLAMIAH.
Dalam surat dakwaan halaman 8, jelas tercantum, bahwa “perbuatan terdakwa dengan pergi ke SURIAH, mengajak jamaah untuk mendukung eksistensinya DUALAH ISLAMIAH……dst, dengan harapan DAULAH ISLAMIAH akan berdiri di Indonesia.
Dari uraian surat dakwaan JPU ini bisa kita simpulkan bahwa, perbuatan yang terkait dengan NEGARA dan PEMERINTAHAN adalah perbuatan yang terkait dan bermotif POLITIK. Oleh karena itulah, kelompok-kelompok yang secara politik berseberangan dengan Terdakwa berusaha sekuat tenaga untuk melakukan kriminalisasi dan Terorisasi terhadap Terdakwa yang aktif mengkampanyekan dan mengadvokasi Syari’at Islam, Negara Islam dan Pemerintahan Islam menjadi sistem politik yang berlaku dalam kehidupan umat Islam,” ungkap TPM dalam eksepsi tersebut.
Sementara itu, soal kewengangan mengadili terdakwa Ustadz Afif Abdul Majid, TPM juga menyampaikan bahwa yang seharusnya mengadili terdakwa adalah pengadilan Sukoharjo bukan PN Jakarta Pusat.
Pasalnya, locus delicti yang ditunjuk Penuntut Umum di dalam surat dakwaannya , dari dakwaan Kesatu hingga dakwaan Kedua, adalah Kelurahan Cemani Kabupaten Sukoharjo, Ladzikiyah Negara Suriah dan Masjid Baitul Makmur Solo Baru Sukoharjo. Atas dasar Locus delicti tersebut setidaknya terdapat 2 (dua) Yurisdiksi atau wilayah hukum mengadili.
“Syarat lain dari Pasal 85 KUHAP, untuk bisa mengalihkan kewenangan mengadili adalah apabila terjadi “keadaan daerah tidak mengizinkan”. Artinya suatu pengadilan negeri mengalami kesulitan tugas operasional peradilan, berhubung karena keadaan daerah tidak mengizinkan. Dan menurut penjelasan Pasal 85, yang dimaksud “dengan keadaan tidak mengizinkan” ialah “tidak amannya daerah atau adanya bencana alam” .
Dengan demikian didalam surat Dakwaan harus dijelaskan mengapa Sdr Penuntut Umum mengalihkan kewenangan mengadili dari daerah Sukoharjo ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Apakah keadaan pada daerah tersebut dalam keadaan “tidak mengijinkan”? . Jika benar, maka harus dielaborasi apanya yang “tidak mengijinkan”. Apakah keadaan di daerah tersebut tidak aman atau apakah pengadilan negerinya runtuh karena terkena bencana alam, atau karena dua-duanya? Semua ini harus dijelaskan atau diperinci (elaborasi) oleh Penuntut Umum. Absennya penjelasan ini menimbulkan kesan kuat bahwa pengalihan kewenangan ini hanyalah untuk memenuhi kepentingan praktis penyidikan dan penuntutan semata, selebihnya kesannya hanya supaya bisa lebih berhura-hura, memperoleh publikasi media secara lebih optimum sehingga aktivitasnya cepat bisa di ketahui oleh sponsornya di Amerika sana,” demikian penjelasan tersebut
Meski sudah dijelaskan dengan gamblang, tetap saja majelis hakim menolak eksepsi tersebut pada persidangan putusan sela hari Kamis (12/3/2015) kemarin [AW]