JAKARTA (Panjimas.com) – Tokoh Ulama Nahdhatul Ulama (NU), Sholahuddin Wahid mengaku tidak mengetahui adanya istilah pondok pesantren (ponpes) yang dimaksud dari hasil penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelejen Negara dan Densus 88 Antiteror Mabes Polri. (Baca: BNPT & Densus 88 Sebut Ada 30 Pesantren Radikal di Indonesia, Kemenag Bantah Klaim Tersebut)
Pria yang akrab disapa Gus Sholah ini justru mempertanyakan konsep penilaian BNPT, BIN dan Densus 88 dalam meneliti dan menetapkan suatu pesantren yang dianggap radikal itu. “Setahu saya tidak ada (pesantren radikal seperti klaim BNPT, Densus 88 dan BIN –red),” tegas Gus Sholah, pada Senin (9/3/2015).
Menurut Gus Sholah, untuk di wilayah Jombang Jawa Timur (Jatim), tidak ditemukan ponpes-ponpes yang dianggap radikalis. Namun, ia menyatakan tidak mengetahui secara jelas kondisi ponpes-ponpes yang berada di wilayah lain selain Jombang. (Baca: Kemenag Pertanyakan Penilaian BNPT & Densus 88 Soal Adanya Pesantren Radikal)
Menurut pengasuh Ponpes Tebu Ireng Jombang ini, temuan BNPT dan BIN serta Densus 88 itu bisa benar dan bisa juga tidak benar. Maka dari itu, Gus sholah mempertanyakan ponpes yang dimaksud oleh mereka. Gus Sholah juga mengaku penasaran dengan konsep penilaian BNPT dalam menentukan pesantren yang radikalis.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumya, Densus 88, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali membuat sensasi dan kontroversi di media massa. Mereka menyebut adanya pondok pesantren (ponpes) yang berpaham radikal.
Tak tanggung-tanggung, BNPT dan Densus 88 serta BIN menyebut lebih dari 30 pesantren yang berada di Indonesia disinyalir memiliki paham radikal. Pesantren-pesantren itu ditandai sebagai lembaga pendidikan yang diduga kuat memiliki indikasi paham radikalisme.
“Kita dapat data tersebut dari kepolisian melalui investigasi yang dilakukan ketiga lembaga negara tersebut,” ungkap Direktur Pendidikan Dinniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Mohsen saat ditemui di Kantor Kemenag, di Jakarta, pada Jum’at (6/3/2015). [GA/ROL]