PALEMBANG (Panjimas.com) – Selama tujuh tahun belakangan ini terjadi peningkatan luar biasa konsumsi minuman keras (miras) di kalangan remaja. Jika pada 2007 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan jumlah remaja pengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9%, tetapi pada 2014 berdasarkan hasil riset yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.
Ketua Umum GeNAM Fahira Idris mengatakan, mudahnya mendapatkan miras dan longgarnya pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab begitu tingginya persentase remaja yang pernah mengonsumsi miras. Selain itu, rasa solidaritas dan ikatan pertemanan menjadi alasan remaja mau mencoba miras.
“Mudahnya mendapat miras ini, ada korelasinya dengan menjamurnya minimarket dan toko-toko pengecer yang berdiri di permukiman dan menjual miras kepada siapa saja, padahal sudah ada peraturan yang melarangnya. Makanya, sekali lagi saya himbau kepada semua minimarket, toko retail, dan warung di seluruh Indonesia, sesuai Permendag No.6/2015, pada 16 April ini, tidak ada lagi yang menjual miras,” ujar Fahira, saat memimpin warga Palembang mendeklarasikan Gerakan Nasional Anti Miras di Bundaran Air Mancur Kota Palembang, Ahad (08/03/2015).
Menurut Fahira, salah satu persoalan yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia seperti Palembang adalah masifnya peredaran dan konsumsi miras di kalangan remaja. Sehingga tidak heran dari 18 ribu nyawa yang melayang akibat miras setiap tahun, sepertiganya atau 6.000 orang adalah remaja, baik karena miras itu sendiri maupun menjadi korban kejahatan di bawah pengaruh miras.
“Dampak merusak luar biasa dari miras itu, karena menjadi biang tindakan kriminal mulai dari pembunuhan, perkosaan, hingga pencurian. Banyak remaja kita yang menjadi korban tindakan kriminal pembunuhan di mana pelakunya dibawah pengaruh miras. Belum lagi yang meninggal karena ditabrak pemabuk,” ungkap perempuan yang juga Wakil Ketua Komite III DPD RI ini.
Warga dan Sultan Palembang Berikirar ‘Perang’ dengan Miras
Walau Provinsi Sumatera Selatan sudah punya Perda No. 10 Tahun 2011 tentang Pengawasan, Penertiban dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, tetapi di Ibu Kota Provinsi ini, Palembang, masih ditemukan peredaran dan konsumsi miras yang melanggar aturan. Kondisi ini membuat warga Palembang resah dan berinisitif mendeklarasikan Gerakan Anti Miras di Kota Palembang. Deklarasi yang berpusat di Bundaran Air Mancur Kota Palembang, Ahad (08/03) ini dipadati ratusan warga dan dihadiri Sultan Palembang Darussalam Iskandar Mahmud Badaruddin serta Polresta Palembang.
Fahira mengungkapkan, dirinya banyak mendapat laporan dari pejuang (aktivis) GeNAM di Kota Palembang mengenai maraknya peredaran dan konsumsi miras yang melanggar perda. “Perda Miras yang diterbitkan Gubernur Sumatera Selatan pada 2011 itu artinya berlaku di semua kabupaten/kota, termasuk di Palembang, tetapi saya banyak dapat laporan dari aktivis GeNAM di Palembang kalau miras sangat mudah ditemukan bahkan dikonsumsi di tempat umum. Selain masih ada minimarket yang jual miras, banyak lapo-lapo yang menjual miras jenis tuak padahal lokasinya di permukiman yang jelas melanggar perda,” ungkap Fahira.
Bahkan Fahira pernah mendapat laporan kalau tempat-tempat umum di Kota Palembang seperti seperti Taman Kambang Iwak dan Benteng Kuto Besak dijadikan lokasi nongkrong sambil menenggak miras.
“Persoalan kita memang di law enforcement. Jika saya cermati, sanksi di perda ini cukup tegas, di mana setiap orang yang melanggar diancam penjara enam bulan atau denda Rp50 juta, tetapi masih ada saja yang berani melanggar. Artinya perda ini belum diimplementasikan maksimal sehingga tidak ada efek jera,” tegas Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.
Kehadiran GeNAM di Kota Palembang, lanjut Fahira, ditujukan sebagai wadah untuk menggerakkan warga Palembang untuk bergerak bersama ‘berperang’ melawan miras lewat edukasi bahaya miras dan mendesak para pengambil keputusan di Kota Palembang untuk menegakkan perda miras.
Senada dengan Fahira, warga Palembang bernama Nana Ian yang ikut berpartisipasi dalam deklarasi ini mengatakan, miras di Kota Palembang sudah mengkhawatirkan. “Dengan adanya deklarasi ini, menjadi bukti bahwa warga ingin mengembalikan Palembang Darussalam ini sebagai kota yang islami, jauh dari penyakit sosial seperti miras,” ujar perempuan yang juga Ketua Hijabersmom Community Palembang, salah satu komunitas yang mendukung deklarasi ini.
Sementara itu, pegiat GeNAM Kota Palembang Abdullah Ahmadi menyatakan bahwa Deklarasi GeNAM di Kota Palembang menjadi bukti bahwa sudah lama warga Palembang menyimpan keresahan yang sama karena begitu mudahnya miras didapat di kota ini.
“Deklarasi ini adalah puncak keresahan kami terhadap peredaran miras di kota ini yang sama sekali tidak mengindahkan peraturan yang sudah ada. Masyarakat harus diedukasi bahwa miras berbahaya dan sudah ada regulasi yang melarang peredaran dan konsumsi miras di Palembang,” tegasnya.
Tidak hanya dari warga Palembang, dukungan nyata juga datang dari Sultan Palembang Darussalam Iskandar Mahmud Badaruddin yang juga Ketua Umum Yayasan Raja Sultan Nusantara. Dukungan ditandai penandatangan nota kesepahaman antara Ketua Umum Yayasan Raja Sultan Nusantara dengan Ketum GeNAM Fahira Idris untuk bergerak bersama menyelamatkan generasi muda Palembang dari bahaya miras. Dalam Nota kesepahaman ini juga disepakati bahwa para raja dan sultan se-Nusantara akan mendesak para pengambil kebijakan di seluruh Indonesia termasuk aparat penegak hukum untuk menerbitkan regulasi miras dan berkomitmen menindak segala pelanggaran terkait peredaran dan konsumsi miras. Pada kesempatan ini, Sultan juga bersedia menjadi pembina GeNAM Kota Palembang.
Kota Palembang adalah kota pertama di Sumatera dan menjadi kota ke delapan yang mendeklarasikan Gerakan Anti Miras. Sebelumnya GeNAM telah berdiri di Kota Bandung, Jakarta, Malang, Yogyakarta, Bekasi, Tangerang Selatan, dan Depok. [AW]