JAKARTA (Panjimas.com) – Beredarnya buku pelajaran agama Islam bagi siswa Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kurikulum 2008 terbitan Yudhistira berjudul “Banci Boleh Jadi Imam Sholat” yang memperbolehkan seorang banci menjadi imam sholat hingga kini masih dikecam sejumlah pihak. (Baca: Buku Pelajaran SD Soal “Banci Bisa Jadi Imam Sholat” Bikin Heboh & Resahkan Masyarakat)
Sekjen Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan, Andreas Tambah menyatakan, kelalaian dalam pemuatan materi buku mata pelajaran siswa bukan kali ini saja. Andreas menyebut, sekitar 80 persen buku pelajaran yang telah beredar memang harus dievaluasi karena pengawasan dan proses editing yang lemah dan tidak selektif. (Baca: MUI: Waria Tak Boleh Jadi Imam Sholat Bagi Jama’ah Wanita & Laki-Laki)
“80 persen buku perlu dievaluasi karena tim pengadaannya tidak selektif dalam memilih penulis dan editor buku. Kasus serupa juga terjadi pada buku olahraga beberapa waktu lalu, dimana materinya terlalu vulgar dalam mengenalkan alat reproduksi manusia,” tegasnya di Jakarta pada Kamis (5/3/2015). (Baca: Wakil Ketua MUI Pusat: Buku “Banci Bisa Jadi Imam Sholat” Telah Menyimpang)
Selain itu, proses uji publik buku pelajaran juga tidak optimal karena minimnya waktu dan hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja, bukan pada masyarakat luas. “Buku ini waktu itu uji publiknya cuma sebentar, dilakukan oleh guru-guru yang sedang mengikuti pelatihan Kurikulum 2013,” ungkap Andreas.
…80 persen buku perlu dievaluasi karena tim pengadaannya tidak selektif dalam memilih penulis dan editor buku…
Andreas mengaku mengetahui proses pembuatan buku tersebut karena ikut dalam penataran kurikulum nasional. Ketika itu, lanjut Andreas, editor yang dipilih oleh pihak pengadaan buku bukan orang yang berkompeten atau asal-asalan. “Akibatnya, isi buku tersebut tidak terkoreksi secara detail,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, Furqon, mengaku baru mendengar kasus ini dan berjanji akan menindaklanjutinya. Namun menurut Furqon, jika buku tersebut untuk sekolah Madrasah Ibtidaiyah, maka hal itu merupakan kewenangan dari Kementerian Agama (Kemenag).
“Saya baru dengar malah. Jika buku itu untuk madarasah, Kementerian Agama yang mengeluarkan. Kami hanya keluarkan buku pendidikan agama untuk sekolah dasar,” ujar Furqon. (Baca: MUI Minta Pemerintah Tarik Peredaran Buku “Banci Bisa Jadi Imam Sholat”)
Kendati begitu, kata Furqon, Kemendikbud saat ini memang tengah melakukan evaluasi terhadap buku-buku dokumen pelajaran di sekolah. “Evaluasi dilakukan terus menerus. Termasuk pada buku yang dilaporkan dari masyarakat, kita terus identifikasi,” jelasnya. [GA/HT]