JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman, SH mengungkapkan bahwa wafatnya Hatim Firmansyah bin Ademan (55 Tahun), lantaran kezaliman aparat kepolisian dan hakim.
Almarhum Hatim Firmansyah dikabarkan ditangkap ketika dirinya ikut serta dalam aksi demonstrasi melengserkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada pada Jum’at (3/10/2014). (Baca: Polisi Anarkis!! Massa FPI Ditembaki, Ditangkapi & Dipukuli Didepan Balai Kota Jakarta)
Aksi yang memprotes Ahok lantaran melakukan pelecehan Islam dengan menerbitkan larangan penjualan dan pemotongan hewan qurban di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, awalnya berjalan damai dan tertib. (Baca: Foto-foto Eksklusif Aksi Tolak Ahok dan Penangkapan Anggota FPI)
Waktu ditangkap itu dia sempat digebukin, sejak itu dia memang sakit-sakitan di dalam sel. Dia sudah tiga kali kritis di sel
Usaha FPI untuk menemui para wakil rakyat waktu itu dihadang aparat secara berlebihan sehingga pecah bentrok dan polisi melakukan tindakan anarkis saat melakukan penangkapan laskar FPI. Salah satu korban aksi anarkisme tersebut adalah Hatim.
“Waktu ditangkap itu dia sempat digebukin, sejak itu dia memang sakit-sakitan di dalam sel. Dia sudah tiga kali kritis di sel,” kata Munarman kepada Panjimas.com, pada Jum’at (6/3/2015).
Parahnya lagi, Hatim yang sakit-sakitan dan terpaksa menjalani proses hukum zalim, tak diberikan penangguhan penahanan. (Baca: Wafat dalam Berjuang Lengserkan Pemimpin Kafir Ahok, FPI Nyatakan Hatim Firmansyah Insya Allah Syahid)
kita sudah minta penangguhan penahanan tapi tidak dikasih oleh polisi maupun majelis hakim yang menangani perkara. Di situlah letak kezalimannya. Penangguhan penahanannya baru keluar setelah beliau wafat, itu sudah telat
“Dia sudah tiga kali kritis, kita sudah minta penangguhan penahanan tapi tidak dikasih oleh polisi maupun majelis hakim yang menangani perkara. Di situlah letak kezalimannya. Penangguhan penahanannya baru keluar setelah beliau wafat, itu sudah telat,” ungkapnya.
Aparat juga mengabaikan sisi kemanusiaan terhadap warga negaranya, di mana ketika Hatim dalam kondisi sakit, ia tak diberikan izin berobat di luar secara maksimal melalui penangguhan penahanan tersebut.
“Walaupun dia meninggal karena sakit, tapi dari sisi kemanusiaanya kita lihat, dia minta izin berobat tidak pernah dikasih jadi mereka tidak melihat faktor atau unsur kemanusiaannya,” tandasnya. [AW]