NEW YORK (Panjimas.com) – Pakar ekstremisme online, JM Berger mengatakan bahwa Daulah Islamiyyah/Islamic State (IS/ISIS) yang kini menguasai sebagian besar wilayah Iraq dan Suriah menggunakan akun Twitter sebanyak 46 ribu untuk menyebarkan pengaruhnya dan melakukan propaganda ke seluruh dunia.
Angka ini muncul setelah Berger melakukan studi mendalam dalam beberapa bulan terakhir. Studi itu dilakukan bersama-sama dengan Brooking Institution dan Google Web, dan hasil studi dipublikasikan New York Times.
Fakta ini setidaknya menjawab pertanyaan mengapa propaganda IS/ISIS lewat online terus terjadi, kendati pihak Twitter berkali-kali menangguhkan akun yang terkait dengan kelompok jihadis yang sangat ditakuti dan menjadi musuh nomor satu Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara yang tergabung dalam koalisi salibis internasional tersebut.
IS/ISIS menurut studi itu ternyata memiliki ribuan akun di jejaring sosial. Pengguna akun adalah kelompok inti yang secara disiplin mengirim pesan dan propaganda, serta tahu bagaimana memaksimalkan efek media sosial. “IS memanfaatkan semua teknologi,” ungkap Berger.
New York Times menulis, IS/ISIS mengusung gagasan memunculkan kembali kekhalifahan Islam abad ketujuh dengan menggunakan semua teknologi komunikasi saat ini. Hasil penelitian dirilis di San Fransisco, tempat Twitter (sosmed dengan 288 juta pengguna aktif) berbasis. Twitter bergerak agresif menangguhkan akun terkait IS.
IS/ISIS juga selalu berhasil menggunakan jaringan sosial ini untuk mempublikasikan eksekusi tahanan, termasuk pemenggalan dan menyebarkan dakwah secara online. Bahkan, tindakan keras pihak Twitter terhadap IS/ISIS menyebabkan IS/ISIS mengeluarkan ancaman pembunuhan terhadap pemimpin perusahaan dan karyawannya.
Menurut Berger, kepiawaian IS/ISIS menggunakan teknologi komunikasi saat ini membuat IS/ISIS menjadi jihadis yang terbesar, dibanding kelompok Islam lainnya seperti Al Qaeda, Jabhah Nusrah (JN), AQAP dan kelompok jihadis lainnya.
Laporan penelitian setebal 92 halaman itu menyebutkan 46 ribu akun Twitter beroperasi atas nama IS/ISIS. Penelitian ini merupakan upaya publik pertama untuk mengukur pengaruh IS/ISIS dan seberapa banyak simpatisannya di media sosial atau sosial media (sosmed).
Sejauh ini, di luar 46 ribu akun yang teridentifikasi, Twitter baru menangguhkan 1.000 akun atas nama IS/ISIS dan para simpatisannya. Hal ini membuktikan Twitter meremehkan jumlah suspensi. Twitter menolak mengomentari hasil penelitian ini, dan hanya mengatakan; “Kami meninjau semua konten yang dilaporkan. Kami melarang penggunaan tidak sah, seperti untuk mengancam fisik”.
Yang juga menarik adalah setiap akun yang diduga terkait IS/ISIS rata-rata memiliki 1.000 pengikut. Berger menemukan efek ini meningkat tajam setelah Twitter menangguhkan seribu akun tersebut. Studi ini juga menemukan fakta baru bahwa akun IS/ISIS jauh lebih populer dibandingkan dengan akun selebritis dan para pejabat Barat. [Muhajir/inilah]