JAKARTA (Panjimas.com) – Pihak Australia terus melancarkan kecaman kepada Pemerintah Indonesia terkait rencana hukuman mati terhadap terpidana narkotika asal Australia. Tentu hal ini menjadi pertanyaan ketika Indonesia mengeksekusi terpidana mati Trio Bom Bali I, Amrozi Cs dimana negeri Kangguru tersebut diam seribu bahasa ketika Indonesia mengeksekusi para terpidana itu.
“Kalau dikaitkan ke belakang, beberapa tahun lalu Indonesia menegakkan hukum mati terhadap pelaku kejahatan yang menelan banyak warga Australia di Bali. Kenapa saat itu Australia tidak sekeras sekarang mengecam hukuman mati,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arrmanatha Nasir, pada Ahad (15/2/2015).
Tata, sapaan Arrmanatha tidak menyebutkan kejahatan yang disebutkannya itu. Namun, kasus tersebut merujuk pada kasus Bom Bali I tahun 2002 yang menelan 184 korban jiwa dan 250 korban luka. 88 warga negara Australia tewas dalam aksi teror tersebut. Tanggal 8 November 2008, tiga narapidana; Amrozi, ustadz Ali Gufron alias ustadz Mukhlas dan Imam Samudra dieksekusi mati di Pulau Nusakambangan Cilacap.
Pelaksanaan eksekusi hukuman mati, Tata menambahkan, membuktikan bahwa Indonesia tidak tebang pilih terhadap pelaku kejahatan. “Kita (Indonesia) tidak pilih-pilih dalam menegakkan supremasi hukum terhadap pelaku kejahatan. Malah, saat banyak orang Indonesia meninggal kenapa mereka diam saja,” kata Tata.
Indonesia berharap dunia internasional tidak menekan Indonesia untuk membatalkan rencana eksekusi mati dan menghormati penegakan hukum di negeri yang berdaulat. “Pemerintah Indonesia tegas dalam upaya pelaksanaan hukum dan ini bagian dari upaya melaksanakan dan menegakan supremasi hukum. semua orang di mata hukum sama,” tegasnya.
Bahkan, dia menambahkan, dalam International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), masih bisa diberlakukan untuk kejahatan sangat serius. “Narkoba sendiri kejahatan sangat serius dan mengakibatkan jutaan dan sudah banyak sekali yang meninggal, itu kita anggap serius,” kata Tata.
Terkait dengan ancaman hubungan diplomatik bila eksekusi mati tetap dilaksanakan, Tata tegas menolak sikap tersebut. “Harus dibedakan, ini tidak terkait masalah bilateral dan diplomatik. Jangan dibawa-bawa ke masalah diplomatik dan bilateral,” tegasnya.
Dia juga mengaitkan dengan upaya pemerintah Indonesia yang berupaya menyelamatkan warganya di luar negeri yang terancam hukuman mati tanpa embel-embel ancaman memutus hubungan diplomatik dan bilateral.
Pemerintah Australia kembali memperingatkan Indonesia soal efek dari eksekusi mati dua warganya yang terkait dalam kelompok Bali Nine. Perdana Menteri (PM) Australia, Tony Abbot menyebut eksekusi mati itu akan berimbas pada hubungan diplomatik kedua negara.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Julie Bishop pada Minggu lalu memperingatkan Indonesia, bahwa warga Australia bisa memboikot Indonesia, termasuk Bali. [GA/dtk]