YOGYAKARTA (Panjimas.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menutup Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VII (keenam) di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta (Jogja) pada Rabu 11 Februari 2015. Dalam kongres ini, KUII berhasil merancang sebuah dokumen historis berjudul “Risalah Yogyakarta”.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Ketum MUI), Din Syamsuddin dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan terima kasih atas kehadiran Jokowi dalam acara KUII keenam di Kota Gudeg itu. Din pun menyerahkan “Risalah Yogyakarta” itu kepada Presiden Jokowi.
“Kami ikuti perjalanan presiden di luar negeri. Apa nggak capek pak? Beliau selalu segar. Banyak terdapat perbedaan pendapat insya Allah itu tidak menggoyahkan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam),” ujar Din pada Rabu (11/2/2015).
Risalah itu isinya adalah peneguhan sikap dan kritik umat Islam Indonesia terkait masalah-masalah yang mendera negara Indonesia maupun umat Islam sendiri. “Salah satu hasil keputusan kongres ini, Risalah Yogyakarta. Jika pada kongres tahun 1945 ada Resolusi Yogyakarta, yang menyeru jihad fie sabilillah melawan penjajah, maka kali ini kita memakai istilah Risalah Yogyakarta,” jelas Din.
Din mengungkapkan, alasan pemilihan kata risalah dalam dokumen tersebut adalah, bahwa kata tersebut bermakna Islami. Dalam arti, ada dimensi ilahiah. Sebab, agama Islam, lanjut Din, sering kali disebut sebagai risalah ilahiah.
Dalam acara penutupan KUII keenam itu, dokumen “Risalah Yogyakarta” diserahkan langsung oleh Din selaku Ketum MUI kepada Presiden Jokowi. Lebih detail, risalah itu berisi beberapa rekomendasi bagi pemerintah dan berbagai komponen umat Islam dalam mengurai tantangan ekonomi, politik, serta budaya bangsa.
“Risalah Yogyakarta berisi pesan untuk meluruskan kiblat bangsa demi terwujudnya Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” tandas Din seraya menguraikan sebanyak 7 (tujuh) butir rekomendasi yang tertuang dalam “Risalah Yogyakata” tersebut. [GA/Lip6/rol]