JAKARTA (Panjimas.com) – Komisioner Komnas HAM Siane Indriani membenarkan adanya insiden penelanjangan yang dilakukan terhadap keluarga terdakwa terorisme saat hendak menjenguk di Rutan Mako Brimob.
Namun, institusi negara pembela HAM di Indonesia tersebut mengaku kerap mengadapi tembok besar saat berusaha mengungkap fakta yang sebenarnya.
“Jadi tertutup sekali. Kita saja tidak dikasih jenguk kok,” kata Komisioner Komnas HAM Siane Indriani, kepada Kiblat.net seusai sidang dengan Komisi III DPR, Rabu (04/02).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pelecehan terhadap muslimah kembali terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Aksi pelecehan tersebut dialami oleh para istri-istri tahanan kasus terorisme di Mako Brimob.
Dari informasi yang dihimpun, para muslimah yang hendak membesuk suaminya di Rutan Mako Brimob harus menurunkan celana dalam untuk digeledah.
Selain itu, para muslimah itu pun harus difoto tanpa mengenakan jilbab.
“Pada pekan kemarin akhwat dan umahat yang mau besuk di foto tampak muka dengan dalih prosedur, untuk besukan hari Jum’at kemarin akhwat dan umahat diharuskan foto tanpa kerudung (rambut kelihatan) semua,” seperti dikutip Kiblat.net dari Panjimas.com, Sabtu (31/01).
Tembok besar
Siane menuturkan, Komnas HAM tidak bisa berbuat banyak dalam mengungkap perlakuan terhadap keluarga terdakwa terorisme tersebut. Ia pernah menghubungi langsung mantan Kapolri Jenderal Sutarman terkait kasus ini, namun pada praktiknya, di lapangan hal itu tidak banyak membantu.
“Komnas HAM ini adalah bagian kecil yang meneriakkan itu dengan mengatakan yang sejujurnya. Tapi jelas sekali kita menghadapi tembok besar, kita menabrak tembok besar,” ungkapnya.
“DPR pun tidak berani menyuarakan yang sebenarnya,” imbuhnya.
Sejauh ini, lanjut Siane, yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM adalah menulis surat kepada pihak terkait untuk menyampaikan fakta tersebut. Namun dengan upaya tersebut Komnas HAM malah dituding membela teroris.
“Selalu kita dapat stigma juga,” pungkasnya. [AW/Kiblat]