JAKARTA (Panjimas.com) – Rizal Ramli juga menyampaikan keterkejutannya atas popularitas Jokowi yang anjlok jauh lebih cepat dibandingkan prediksinya. Tadinya, lanjutnya, dia memperkirakan popularitas Jokowi akan mulai turun setelah setahun memerintah. Namun ternyata prediksinya itu keliru.
“Jokowi membuat banyak kebijakan yang menyusahkan rakyat kelas menengah bawah di awal-awal pemerintahannya. Misalnya, dia menaikkan harga premium di saat harga minyak dunia justru turun. Kita tahu, premium dikonsumsi sebagian besar rakyat kelas bawah. Sopir angkutan umum, nelayan, pesepeda motor, dan lainnya. Pada saat yang sama, pertamax dan pertamax plus tidak naik harganya,” papar ekonom yang konsisten menyuarakan ekonomi konstitusi ini.
Dia menambahkan, kebijakan Jokowi lainnya yang justru menyengsarakan rakyat adalah dinaikkannya harga LPG tabung 3kg, naiknya tarif dasar listrik (TDL), dan kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi hingga 400%. Semua itu sangat bertentangan dengan jargon Trisakti yang diusung sewaktu kampanye Pilpres. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat kental bernuansa neolib dan menyakitkan rakyat.
“Ternyata Trisakti ditinggalkan dan hanya jadi jualan kampanye, sudah tampak sejak awal. Ini sudah tampak sejak kabinetnya dinamai dengan Kabinet Kerja. Kalau hanya kerja, zaman penjajah Belanda dan Jepang juga digenjot kerja, kerja, kerja. Tapi yang diuntungkan bukan rakyat Indonesia. Blunder Jokowi makin menjadi ketika kabinetnya diisi banyak para penganjur neolib dan berkualitas KW-3. Para menterinya hanya bisa menaikkan harga,” ungkap tokoh yang pernah menyelamatkan PLN dan BII dari kebangkrutan tanpa menyuntikkan dana dan menjual selembar pun saham.
Pada kesempatan itu, Don Bosco menyoal penggunaan diksi ‘Petugas Partai’ yang dilekatkan pada Jokowi. Saat deklarasi pencapresan Jokowi, lanjut dia, mungkin masih bisa diterima akal, kalau Megawati mengatakan Jokowi adalah Petugas Partai.
“Namun kemarin diksi ini kembali diulang Puan Maharani. Dia menyatakannya berulang-ulang di hadapan wartawan. Kalimat ini sangat tidak elok, mengingat Jokowi hari ini adalah Presiden Republik Indonesia. Baiknya mas Pram menyampaikan soal ini kepada mbak Mega,” tukas Don. [AW]