JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengisahkan penangkapannya oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri setelah mengantarkan anaknya ke sekolah, pada Jum’at (23/1/2015) pagi. Setelah menceritakan sejumlah detail dalam penangkapan tersebut, Bambang merasa terintimidasi dengan perlakuan penyidik.
Bambang mengatakan, saat penyidik menemuinya, mereka menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan kepadanya. Namun menurut Bambang, penyidik hanya memberikan waktu yang singkat baginya untuk membaca surat tersebut. Lalu, para penyidik mencoba untuk memborgol tangannya.
“Setelah diberikan, mereka tidak memberikan kesempatan untuk membaca lebih lagi, ditunjukkan lalu cepat-cepat diambil. Tangan saya mau diborgol, saya menolak untuk diborgol ke belakang. Saya protes, kenapa saya diborgol,” ungkapnya setelah menjalani shalat dzuhur di masjid depan rumahnya, pada Sabtu (24/1/2015).
Setelah itu, Bambang mengaku sempat melihat situasi di sekelilingnya. Selain para penyidik, Bambang juga melihat mobil Brimob dan petugas bersenjata laras panjang lengkap serta kamera yang menyorot momen penangkapannya tersebut.
“Ini seperti sudah dipersiapkan, ada kamera, ada mobil Brimob. Saya merasa seperti disergap gitu lho, padahal saya merasa belum pernah dipanggil sekalipun. Saya melawan ketika saya diperlakukan tidak sepantasnya dengan mau diborgol ke belakang. Saya kasih tahu ke anak saya, ini tidak benar. Akhirnya mereka borgol tangan saya di depan. Saya ikut saja,” tuturnya.
Hal lain yang menurutnya tidak bisa diterima adalah saat dirinya menjelaskan kepada anaknya mengenai prosedur penangkapan seorang tersangka. Saat dia menjelaskan, lanjut Bambang, salah satu penyidik menyela dan melakukan teror kepadanya. “Salah satu penyidik bilang, ‘ada plester enggak?’. Ini terorism,” tegasnya.
Selain itu, ada penyidik di dalam mobil yang mencoba mengajaknya mengobrol. Menurut Bambang, hal itu juga bentuk teror baginya. “Begitu masuk, ada yang bilang ‘Mas Bambang lupa ya sama saya. Mas Bambang ini supaya tahu saja, perkaranya banyak’. Ini saya anggap sebagai sebuah teror. ‘Jangan bicara soal perkara’, kata saya, ‘nanti kalau sudah diperiksa saja’,” ucapnya sambil mengingat suasana di atas mobil. [GA/kps]