KLATEN (Panjimas.com) – Intruksi Mabes Polri yang melarang para Polisi Wanita (Polwan) mengenakan jilbab menuai protes dari elemen Islam dan tokoh Islam. Seperti diketahui bersama, seiring dengan dilengserkannya Jenderal Pol Sutarman sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi pada Jum’at (16/1/2015) kemarin, muncul kembali larangan berjilbab yang dikeluarkan oleh Mabes Polri.
Surat larangan berjilbab bagi para Polwan ditujukan Mabes Polri kepada seleruh Polda di Indonesia. Bahkan, surat itu lalu diedarkan oleh Polda Riau dengan klarifikasi ‘biasa’ melalui telegram bernomor ST/68/1/2015 yang ditandatangani pada tanggal 19 Januari 2015 oleh Kapolda Riau, Brigjen Pol Dolly Bambang. (Baca: Astaghfirullah!! Mabes Polri Kembali Larang Polwan Kenakan Jilbab)
Dalam bagian tengah telegram itu dituliskan bahwa masih banyak ditemukan pengguna seragam polisi (Gampol), khususnya bagi Polwan dan PNS wanita, yang tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Kemudian juga dituliskan adanya penggunaan jilbab bagi Polwan tidak dibenarkan karena belum ada regulasinya.
“Adanya penggunaan jilbab bagi Polwan tidak dibenarkan karena belum ada regulasinya,” demikian bunyi surat edaran tersebut yang didapat Pekanbaru Pos, pada Selasa (20/1/2015). (Baca: Ironi!! Mabes Polri Kembali Larang Polwan Berjilbab dengan Alasan Belum Ada Regulasi)
Menanggapi intruksi Polri yang melarang para Polwan mengenakan jilbab, KOKAM Muhammadiyah Klaten Jawa Tengah (Jateng) menyatakan bahwa Polri telah sangat jelas sekali melanggar HAM. Hal itu ditegaskan oleh Komandan KOKAM Muhammadiyah Klaten, Muh Ismail kepada Panjimas.com, hari Jum’at (23/1/2015).
“Lembaga Polri dengan melarang jilbab bagi Polwan merupakan bentuk nyata sebagai lembaga tinggi negara yang tidak konsisten, tidak kompak dan mengesampingkan hak asasi manusia (HAM) karena program jilbab sudah dicanangkan Jendral Sutarman. Setelah (Sutarman –red) lengser, Mabes Polri tidak meneruskan program tersebut,” tandas Ismail.
Ismail menambahkan, dengan melarang Polwan mengunakan jilbab, Polri telah menumbuhkan dan memancing issue SARA. Sebab, menjelang perayaan Natal saja, para Polwan disuruh untuk memakai topi sinterklas yang merupakan ciri orang Kafir dengan alasan sebagai sebuah toleransi. Tapi menggunakan jilbab yang merupakan identitas seorang Muslim malah dilarang.
“Memakai jilbab merupakan hak asasi Polwan yang sebagian besar beragama Islam. Mabes Polri terkesan bermain SARA. Dengan polwan berjilbab akan menaikkan image masyarakat bahwa Polri semakin bermartabat. Dan jika polwan juga berjilbab akan semakin cantik jasmani dan rohani. SAVE POLWAN BERHIJAB,” tegas Ismail. [GA]