JAKARTA (Panjimas.com) – Terkait keputusan pemerintah untuk mengeksekusi mati terpidana narkotika, baik bandar dan pengedar narkoba, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, hal itu juga telah diputuskan dalam fatwa MUI. Dia menuturkan, dalam rapat pleno MUI pada 30 Desember 2014 telah ditetapkan fatwa baru tentang hukuman bagi produsen, bandar dan pengedar narkoba.
“Tapi fatwa ini berbeda dari fatwa MU Nomor 10/munas VII/MUI/14/2005 tentang hukuman mati dalam tindak pidana tertentu. Fatwa yang kemarin itu, berkaitan dengan hukuman bagi produsen, bandar, dan pengedar narkoba,” kata Ni’am di Jakarta, pada Sabtu (17/1/2015).
NI’am menguraikan, dalam fatwa MUI tersebut dijelaskan beberapa hal. Di antaranya bahwa memproduksi, mengedarkan dan mengonsumsi narkoba hukumnya haram dan merupakan jarimah atau tindak pidana yang wajib dikenakan hukuman had dan juga ta’zir.
Had adalah ketentuan hukum yang sudah ditetapkan jenis dan kadarnya di dalam hukum Islam. Sedangkan, ta’zir merupakan jenis hukuman yang dikenal di dalam fikih Islam, tetapi jenis dan kadarnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah.
Ni’am melanjutkan, produsen, bandar dan pengedar narkoba wajib diberi hukuman sangat berat karena dampak buruk narkoba jauh lebih besar dibanding khamar atau minuman keras (miras). Karena itu, negara dapat menjatuhkan hukuman ta’zir, bahkan sampai hukuman mati kepada produsen, bandar dan pengedar narkoba sesuai dengan kadar narkoba yang dimiliki atau diproduksi.
“Ini demi kepentingan kemaslahatan yang lebih besar dan juga ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi produsen, pengedar dan bandar narkoba,” tegas Ni’am. (Baca: MUI Dukung Hukuman Mati Bagi Terpidana Narkotika)
Selain itu, Ni’am menjelaskan bahwa dalam fatwa MUI tersebut disebutkan penegak hukum atau pejabat yang terlibat dalam peredaran narkoba, wajib mendapat hukuman yang berlipat ganda daripada masyarakat biasa. Sementara bagi korban narkoba, MUI menyarankan rehabilitasi harus diintegrasikan dengan pertaubatan.
“Karena bagaimanapun, meski sebagai korban penyalahgunaan narkoba, yang bersangkutan tetap berdoa atau melakukan hal yang salah,” ujar Ni’am.
Karena itu, Ni’am erharap ke depan pemerintah bisa lebih tegas memberlakukan upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba secara masif dan menyeluruh. “Kami meminta pada Presiden RI untuk menyatakan perang terhadap kejahatan narkoba, serta berani mengeluarkan instruksi yang lebih keras dan intensif terhadap pencegahan dan pemberantasan narkoba,” tandasnya. [GA/jppn]