MAKASSAR (Panjimas.com) – Penangkapan 4 orang dan 1 orang yang ditembak mati Densus 88 di Kabupaten Luwu Utara pada Sabtu (10/1/2015) kemarin membuat Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) khawatir dengan jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso di Poso.
Selain itu, hal tersebut juga menandakan mudahnya jaringan Santoso lolos keluar masuk ke Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar). Jaringan Santoso di Poso diduga masuk melalui pintu gerbang perbatasan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) ke Mamuju Utara (Sulbar).
Direktur BNPT Sulsel, Irfan Idris mengatakan, Sulsel dan Sulbar merupakan pintu masuknya jaringan MIT dengan sangat mudah melintasi perbatasan. Hal itu ditandai dengan adanya Ilham Syafi’i adalah jaringan Santoso. Sehingga pengamanan di pintu gerbang perbatasan yang dilakukan kepolisian sangat rapuh dan rawan.
“Kita sangat mengapresiasi kinerja Densus 88 dan kepolisian yang melakukan perburuan ke Sulsel. Semua sudah sangat jelas bahwa selain jaringan teroris dari Poso melintas dari perbatasan. Begitupula dari Bima, NTT juga rawan masuk ke Sulsel,” kata Irfan Idris, pada Minggu (11/1/2015).
Irfan Idris menambahkan, Sulsel juga rawan terjadinya perekrutan oleh jaringan MIT. “Teroris berkeliaran di Sulsel. Kita tidak tahu fisik teroris, hanya Densus 88 yang tahu itu. Kita berharap polisi bisa maksimal mungkin mengantisipasi masuknya teroris di Sulsel dan partisipasi masyarakat melaporkan jika mendapat kecurigaan disekitarnya,” ujarnya.
Dalam catatan BNPT, sejumlah lokasi di daerah Sulsel pernah menjadi incaran kegiatan dalam mengembangkan jaringan MIT Santoso seperti Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pare Pare dan Kabupaten Mamuju.
Ditempat terpisah, Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi mengatakan, langkah yang dilakukan jajaran Polda Sulsel guna antisipasi masuknya jaringan Santoso di wilayah Sulsel dan Sulbar adalah melakukan upaya baik preemtif, preventif dan penegakan hukum.
Untuk upaya preemtif pihaknya melakukan peningkatan deteksi dini, termasuk untuk seluruh masyarakat, utamanya peka terhadap kegiatan baik perorangan maupun kelompok yang mencurigakan atau cendurung mengarah ke tindakan terorisme. Kemudian upaya preventif yaitu melakukan kegiatan patroli, penjagaan perbatasan dan kegiatan cipta kondisi guna mengantisipasi dan meminimalisir ruang gerak pelaku terorisme.
“Dan yang terpenting, kegiatan penegakan hukum melakukan koordinasi dengan pihak Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam rangka melakukan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap pelaku terorisme,” pungkasnya. [GA/okz]