JAKARTA (Panjimas.com) – Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B Nahrawardaya menjelaskan,cara-cara dan bentuk penyiksaan yang dilakukan Densus 88 terhadap orang-orang yang dituuh sebagai teroris sangat beragam dan keji sekali caranya.
Salah satu bentuk penyiksaan Densus 88 yang sangat sulit terobati dan lama untuk dipulihkan adalah labelisasi terduga teroris di media massa terhadap orang-orang dan pihak keluarga yang baru diduga sebagai teroris. “Labeling terhadap terduga teroris dan keluarganya, adalah salahsatu bentuk penyiksaan bentuk lain yang tak ada obatnya,” tegas Mustofa kepada Panjimas.com, pada Kamis (18/12/2014) sore via pesan singkat.
Bahkan yang paling ironis, orang-orang yang baru dituduh sebagai teroris olrh klaim sepihak dari Densus 88 maupun pihak kepolisian tersebut, secara tidak langsung akan membentuk opini buruk di masyakarat. Untuk itu, aktivis muda Muhammadiyah ini menghimbau masyarakat dan umat Islam pada khususnya agar tidak latah menyebut teroris atau terduga teroris terhadap seseorang yang baru diklaim oleh polisi sebagai teroris.
“Siapa saja yang pernah dipanggil, ditangkap atau diinterogasi Densus, akan menjadi teroris baru bentukan masyarakat, meski oleh aparat dinyatakan bebas pada akhirnya,” jelasnya. (Baca: ICAF: Korban Penyiksaan & Kesadisan Densus 88 Banyak Faktanya)
“Tapi beberapa kasus seperti itu tak pernah berhenti begitu saja. Kadang pada beberapa tahun kemudian, orang-orang yang terlanjur dilabeli “terduga teroris” yang padahal sudah dibebaskan, namun bisa ditembak, bisa diculik dan bahkan dengan alasan membayakan, dieksekusi mati di luar pengadilan. Istilahnya, di 810 sebelum waktunya,” tandasnya. [GA]