JAKARTA (Panjimas.com) – sekali lagi toleransi agama itu bukan mengikuti ritual agama lain, atau mencampurkan ritual kita dengan agama lain. menjaga diri dari mencampuri, membiarkan penganut agama lain sesuai keyakinan mereka, itulah toleransi yang dicontohkan dalam Islam
bukan toleransi bila justru melanggar aturan agama sendiri, dengan alasan menghargai pemeluk agama lain, kebablasan namanya. toleransi harus dikembalikan pada asanya, menghargai agama lain dari cara pandang agama kita, bukan malah ikut dan larut ke agama lain
misalnya, sebentar lagi, saudara kita Nasrani merayakan natalan, maka biarlah itu jadi hari raya mereka, bukan hari raya kita. karenanya tidak perlu repot memakai atribut natal, mengucap selamat natal, karena itu hari raya mereka, biarkan dan hargai saja
jangan sampai malah, karena dalih toleransi, aturan agama sendiri dilanggar, yang ada malah maksiat, atau malah mendukung kekufuran
bergaul dan bermuamalah dengan siapapun manusia boleh, Islam sangat menghormati manusia, tapi akidah dan ibadah? sendiri-sendiri. kita tahu bahwa akidah itu dasar keyakinan, yang diatasnya agama dibangun, termasuk akidah Nasrani saat ini, meyakini Yesus itu Tuhan
bagi Nasrani, 25 Desember adalah hari kelahiran ‘Tuhan Yesus’, itu akidah mereka, maka mengucapkan selamat natal itu bagian akidah. “yang penting niatnya nggak gitu, hati aku masih yakin Islam” | wilayah niat itu bukan urusan kita, makanya Islam menata yang terlihat
“ini kan cuma ucapan, nggak sampai segitunya kali” | nah, bila hanya ucapan saja, mengapa dibela-belain? aturan Islam itu disusun atas 4 hal, Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma sahabat dan qiyas, aturan Islam bukan karena katanya atau kayaknya. bahkan ulama-ulama besar telah merangkum tentang hal ini, bahwa haramnya terlibat dalam perayaan agama lain
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Sebagaimana mereka (kaum Musyrik) tidak diperbolehkan menampakkan syiar-syiar mereka, maka tidak diperbolehkan pula bagi kaum Muslim menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm Ahl al-Dzimmah, juz 1. hal. 235).
perayaan natal jelas bagian syiar mereka, maka mengucap selamat, beratribut natal, menghadiri acaranya, kesemuanya tidak dibolehkan
Abdul Malik bin Habib, salah seorang ulama Malikiyyah menyatakan, “Mereka tidak dibantu sedikit pun pada perayaan hari mereka. Sebab, tindakan merupakan penghormatan terhadap kemusyrikan mreka dan membantu kekufuran mereka. Dan seharusnya para penguasa melarang kaum Muslim melakukan perbuatan tersebut. Ini adalah pendapat Imam Malik dan lainnya. Dan aku tidak mengetahui perselisihan tentang hal itu” (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatâwâ, juz 6 hal 110).
Abu al-Qasim al-Thabari mengatakan, “Tidak diperbolehkan bagi kaum Muslim menghadiri hari raya mereka karena mereka berada dalam kemunkaran dan kedustaan (zawr). Apabila ahli ma’ruf bercampur dengan ahli munkar, tanpa mengingkari mereka, maka ahli ma’ruf itu sebagaimana halnya orang yang meridhai dan terpengaruh dengan kemunkaran itu. Maka kita takut akan turunnya murka Allah atas jama’ah mereka, yang meliputi secara umum. Kita berlindung kepada Allah dari murka-Nya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm Ahl al-Dzimmah, juz 1. hal. 235).
Imam al-Amidi dan Qadli Abu Bakar al-Khalal menyatakan,”Kaum Muslim dilarang keluar untuk menyaksikan hari raya orang-orang kafir dan musyrik.” (Ibnu Tamiyyah, Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, hal.201).
jelas semua pendapat diatas bukan pendapat yang berdasar hawa nafsu, dan bagi kita yang mencari kebenaran, harusnya itu semua cukup. juga jelas sekali dalam semua pendapat itu, bahwa niat bukan jadi penilai, apapun niatannya, terlibat hari raya agama lain itu haram
bila Nasrani mengucap selamat lebaran, memang mereka tidak punya aturan yang mengaturnya, beda dengan kita yang sudah lengkap semuanya. jangan sampai alasan toleransi, kita membahayakan akidah kita, jangan sampai dengan alasan toleransi, malah jatuh dalam keharaman
“Rasulullah saw jika mengiringi jenazah, tidak duduk hingga mayit dimasukan ke liang lahat. Seorang ulama Yahudi mendekat dan berkata; ‘Beginilah yang kami lakukan wahai Muhammad’.” Ubadah berkata; “Lantas Rasulullah saw duduk dan bersabda: ‘Selisihilah mereka!’ (HR Tirmidzi)
dalam banyak hadits lain, kita mendapatkan bahwa Rasulullah selalu menyelisihi Yahudi dan Nasrani, baik pakaian, ibadah, juga hari raya. maka beratribut natal, mengucap selamat natal, itu termasuk penyerupaan yang nyata, seharusnya kaum Muslim meninggalkannya
renungkan, “siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR Ahmad, Abu Dawud, Thabrani). [Diambil dari akun Facebook (FB) pribadi Ustadz Felix Siauw, @UstadzFelixSiauw pada Rabu (17/12/2014)]