WASHINGTON (Panjimas.com) – Setelah melalui proses panjang, yakni 5 tahun membaca dan menganalisa lebih dari 6,3 juta halaman dokumen, Komite Intelijen Senat Amerika Serikat (AS) akhirnya mempublikasikan laporan tentang praktik interogasi brutal Central Intelligence Agency (CIA) terhadap 119 tahanan mujahidin Al Qaeda pasca serangan 11 September 2001 atau 9/11, sejak akhir 2001 hingga Januari 2009.
Saat merilis laporan setebal 525 halaman tersebut, Ketua Komite Dianne Feinstein mengatakan, CIA telah melanggar undang-undang dan nilai-nilai Amerika.
“Sejarah akan menilai upaya kita untuk menciptakan masyarakat yang patuh dengan undang-undang dan kesediaan menghadapi kebenaran, meskipun pahit, dan mengatakan – ini jangan pernah terulang lagi,” ujar Feinstein.
Berikut ini 8 kesimpulan dan fakta yang terkuak dalam laporan mencengangkan soal tehnik penyiksaan yang dilakukan CIA saat melakukan interogasi terhadap tahanan mujahidin yang dituduh sebagai teroris, yang dikutip dari CNN, pada Rabu (10/12/2014).
1. Interogasi Disertai Penyiksaan
Senator Dianne Feinstein dalam laporan tersebut menyebut, temuan komite menguak bahwa “tahanan CIA mengalami penyiksaan”.
“Saya yakin, kondisi pengurungan dan penggunaan tehnik interogasi dan pengkondisian yang sah maupun tidak sah dilakukan secara kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan. Saya percaya, ada banyak bukti atas dugaan-dugaan tersebut, yang tak terbantahkan”.
Feinstein bukan satu-satunya yang meyakini hal tersebut. Musim panas lalu, Presiden AS Barack Obama dengan besar hati mengakui, “di masa lalu kita menyiksa sejumlah orang”.
Senator John McCain yang pernah menjadi tahanan perang (prisoner of war/POW) di masa Perang Vietnam yang pernah mengalami penyiksaan pun mengatakan bahwa tehnik interogasi CIA yang keras dan brutal yang dideskripsikan dalam laporan mengarah ke unsur penyiksaan.
Sementara itu, CIA membela penggunaan metodenya yang keras. Direktur CIA John Brennan mengatakan, walau kesalahan terjadi, tehnik tersebut membantu dalam pencegahan serangan, penangkapan teroris, dan menyelamatkan jiwa banyak manusia.
2. Siksaan yang Terbukti Tak Ampuh
Dalam laporan Komite Intelijen Senat AS disebutkan penggunaan metode interogasi keras CIA bukan cara yang efektif untuk mendapatkan informasi akurat. Laporan tersebut membantah 20 contoh yang diakukan CIA untuk membela program interogasinya, dan mengklaim bahwa masing-masing contoh “diketahui salah secara fundamental”.
Alih-alih mengorek informasi penting, teknik interogasi justru bermuara pada pengakuan palsu para tahanan — yang menyebabkan CIA mengejar terget yang salah dan sama sekali tak membantu perlawanan terhadap Al Qaeda.
“Ketika menjadi subjek teknik interogasi keras CIA dan setelahnya, sejumlah tahanan CIA membuat pengakuan palsu, yang justru merusak fungsi intelijen,” demikian isi laporan tersebut.
Sementara CIA dan barisan pembelanya — termasuk mantan Wakil Presiden AS Dick Cheney — mengklaim, praktik pengumpulan intelijen yang mereka lakukan sangat penting dalam pemberantasan terorisme.
CIA juga menyebut, informasi yang mereka peroleh, “secara substansial meningkatkan pemahaman strategis dan taktis untuk memahami musuh yang mengarah pada upaya kontraterorisme saat ini”.
3. Penyiksaan Tak Membantu CIA Menemukan Usamah bin Laden
CIA kukuh membela diri dengan mengklaim bahwa interogasi keras yang mereka lakukan krusial dalam rangka menangkap buron teroris paling wahid, Syaikh Usamah bin Laden. Namun, laporan Senat menyebut, informasi ‘paling akurat’ yang didapat CIA yang mengarah pada penangkapan Usamah justru didapat dari tahanan sebelum mereka mengalami penyiksaan.
Data intelijen CIA yang mengarah pada penangkapan bin Laden datang dari Hassan Ghuk, yang ditangkap di Iraq pada tahun 2004 — saat ia menjalani ‘tehnik interogasi tradisional’ — sebelum akhirnya mengalami perlakuan yang mengarah pada penyiksaan.
4. Tahanan Tewas Mengenaskan
Laporan Senat juga menyebutkan, salah satu tahanan tewas diduga akibat hipotermia setelah dirantai, nyaris ditelanjangi, dan di atas lantai beton yang dingin.
CIA diketahui menggunakan tehnik sleep deprivation — situasi saat individu kurang tidur atau dibuat kurang tidur. “Dengan memaksa tahanan terjaga selama lebih dari 180 jam, biasanya diberlakukan dalam kondisi berdiri atau dalam posisi tertekan, misalnya dengan posisi tangan terborgol di atas kepala”.
“Teknik lain termasuk “rectal rehydration”, “ice water ‘baths” — mandi air es, dan membuat tahanan khawatir dengan mengancam keluarganya, termasuk ancaman ‘pelecehan seksual pada ibu si tahanan,” demikian menurut laporan Senat.
Taktik psikologi lain adalah dengan mengurung tahanan di kamar yang gelap gulita, dengan suara musik yang bising, dan hanya ada sebuah ember untuk buang air besar di sana. Dan suhu kamar itu dinginnya bukan kepalang.
“Salah satu tahanan yang ditahan dalam kondisi nyaris telanjang dan terantai di lantai beton tewas pada November 2002 diduga akibat hipotermia”.
Tahanan CIA yang mengalami tehnik interogasi brutal belakangan mengalami, “halusinasi, paranoia, insomnia, dan berusaha menyakiti bahkan memutilasi diri sendiri”.
Juga tercantum dalam laporan adalah teknik waterboarding — tehnik interogasi yang dikenakan kepada tahanan dengan cara mengikat tangan dan wajah, kemudian kepalanya ditutup dan dituangi air, yang dilakukan pada otak 9/11, Khalid Sheikh Mohammed. Ia disiksa dengan cara demikian setidaknya sebanyak 183 kali.
Tahanan lain, Abu Zubaydah juga tak sadarkan diri dan nyaris tewas saat mengalami waterboarding oleh personel CIA. “Dalam setidaknya sesi waterboarding, Abu Zubaydah menjadi tak responsif, mulutnya berbusa,” demikian laporan Komite. BERSAMBUNG… [Muhajir/Lip6]