JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, Daulah Islamiyyah/Islamic State (IS) merupakan organisasi ilegal dan ideologi mereka bertentangan dengan Pancasila. Tapi larangan tersebut tidak memiliki landasan dan kekuatan hukum.
Tidak seperti di Malaysia dan Singapura dimana para pendukung IS dapat ditangkap dan ditahan pada saat keberangkatan mereka ke Iraq dan Suriah yang merupakan ladang jihad dan medan tempur, pemerintah Indonesia masih tidak memiliki dasar hukum untuk melakukannya.
Pemerintah melalui propaganda BNPT dan antek-anteknya telah berulang kali menekankan bahaya ideologi IS. Namun menurut BNPT, instansi terkait lainnya seperti Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan yang juga penerima uang pajak terbesar juga belum datang dengan tindakan nyata untuk membantu memerangi IS.
Karena kekurangan ini, Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution mengatakan bahwa IS dapat menguasai perekrut lokal dan dengan mudah mengumpulkan orang-orang antara usia 17 dan 25 tahun yang akan dikirim ke Suriah atau Iraq melalui Kuala Lumpur, Malaysia.
Saud mengatakan, pihak penegak hukum tidak bisa menangkap dan menahan siapa pun selama proses perekrutan anggota IS, kecuali mereka membawa senjata api atau merencanakan serangan terorisme.
Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengatakan, perang paling menantang terhadap IS berada di media sosial. Menurut Marciano, media sosial telah berfungsi sebagai alat yang paling efektif yang digunakan IS mengkampanyekan jihad dan untuk merekrut pengikut di Indonesia.
“IS menggunakan media sosial secara besar-besaran untuk kampanye jihad mereka. Ini menarik orang untuk bergabung dan menciptakan solidaritas di antara orang-orang yang memiliki musuh bersama,” kata Marciano, seperti dilansir The Jakarta Post pada Senin (8/12/2014). [GA]