BALIKPAPAN (Panjimas.com) – Membludaknya para pengungsi dari Afghanistan yang diduga merupakan orang-orang Syi’ah ke ke Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) dalam dua hari belakangan ini masih menjadi misteri dan tanda tanya. Pasalnya hingga hari Kamis (6/11/2014), setidaknya sudah ada 40 pengungsi lagi yang datang ke Kantor Imigrasi Balikpapan.
Menjadi pertanyaan serius adalah, petugas imigrasi mendapati jika para pengungsi yang diduga kuat merupakan orang-orang Syi’ah ini masuk ke Balikpapan dari Jakarta dengan menumpang pesawat komersil. “Kami periksa dan mendapat pengakuan seperti itu,” kata Kepala Kantor Imigrasi, Sukadar, pada Kamis.
Mereka di Indonesia berada di bawah perlindungan dan pengawasan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi. Hal ini dibuktikan dengan dokumen UNHCR Asylum Seeker Certificate yang diterbitkan UNHCR.
Para pengungsi Afghanisan ini berada di Indonesia sembari menanti penempatan ke negara yang sedia menampung. “Biasanya ke Australia,” kata Sukadar. Dalam UNHCR Asylum Seeker Certificate tertulis pengungsi tidak bisa menggunakan angkutan dan moda umum untuk berpindah lokasi kecuali berada dalam pengawasan keimigrasian Indonesia.
Padahal, pada bulan April 2014, pemerintah Indonesia melalui surat edaran Direktorat Jenderal Imigrasi pada lima maskapai penerbangan, Garuda Indonesia, Lion Air, Air Asia, Sriwijaya Air, dan Merpati Indonesia, juga menegaskan imbauan kepada para maskapai untuk tidak membiarkan pengungsi menumpang pesawat.
Sukadar mengatakan, “Seharusnya tidak terjadi lagi penumpang tanpa identitas lengkap bisa menumpang pesawat. Hal ini demi menghindari hal-hal yang tidak inginkan, di antaranya pembajakan,” jelasnya.
Karenanya, Sukadar mengaku heran masih saja terjadi pengungsi yang bisa berpindah dengan menggunakan pesawat. “Seharusnya tidak bisa, kecuali dengan pengawalan (kantor imigrasi). Pesawat dan angkutan apapun memiliki aturan ketat, seperti paspor dan dokumen lain. Tetapi kenapa bisa. Paspor saja tidak ada mereka ini,” heran Sukadar.
Terkait hal itu, banyak pihak yang mempertanyakan sikap UNHCR PBB tersebut, dan menganggap UNHCR PBB sebagai pihak yang terlibat langsung daam memuluskan para pengungsi yang lebih mengarah kepada sebuah penyusupan terselubung itu untuk masuk ke Indonesia.
Anggota komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, ustadz Dr Fahmi Salim MA mendesak kantor imigrasi dan Kemenkumham mendeportasi para pengungsi itu. “Kita berharap imigrasi dan Kemenkumham menolak rekomendasi UNHCR dan mendeportasi mereka jika terbukti melanggar UU dan mengganggu ketertiban masyarakat,” tegasnya kepada Panjimas pada Jum’at (5/12/2014) sore. [GA]