JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Badan Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Muhammad Hariadi Nasution SH MH menjelaskan bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa merupakan hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapatnya di muka umum. Hal ini sejalan dengan Undang Undang no. 9 tahun 1998 Pasal 7.
“Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk; melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan,” kata Muhammad Hariadi Nasution kepada redaksi Panjimas.com, Jum’at (28/11/2014).
Ia mengungkapkan, tugas aparat kepolisian seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan sebagai alat kekuasaan.
“Sering kali ketika demontrasi sudah selesai barulah aparat melakukan sikap yang represif dan hal itu sangat membuat bingung para demonstran. Polisi adalah pelindung dan pengayom masyarakat dan bukan sebagai alat kekuasaan untuk menghancurkan setiap kali ada suara sumbang menghampiri kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Hariadi yang akrab disapa Ombat juga menyatakan bahwa polisi sebenarnya tidak siap menghadapi perbedaan pendapat dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Ditambah lagi, sikap polisi yang menodai rumah ibadah, dengan menginjak-injak musholla dan bertindak brutal menganiaya mahasiswa di Riau, serta menjadikan sasaran tembak masjid Umar Bin Khottob di UMI Makassar, seperti tentara Zionis.
“Tindakan polisi ini persis apa yang di lakukan oleh tentara Zionis Israel yang memasuki masjid dan memukuli warga di masjid dengan tidak memperhatikan etika dan moral di dalam masjid. Masjid termasuk Musholla adalah tempat ibadah yang suci bagi umat Islam dan sepatutnya siapapun yang masuk harus mengikuti etika moral dan menghargainya,” tutupnya. [AW]