YERUSALEM (Panjimas.com) – Pemerintah Palestina mengecam persetujuan pemerintah Zionis Israel untuk menentukan status hukum negara sebagai tanah air Yahudi, dengan mengatakan itu “membunuh” prospek perdamaian Timur Tengah, pada Selasa (25/11/2014).
Komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina mengatakan dalam pernyataan “kecaman keras dan penolakan terhadap undang-undang itu”.
“Undang-undang itu bertujuan untuk membunuh solusi dua negara dengan memberlakukan proyek Israel yang lebih besar serta negara Yahudi di atas sejarah tanah Palestina,” kata PLO, yang mendominasi Otorita Palestina, lapor AFP.
Kabinet Zionis Israel pada Ahad lalu mengesahkan usulan untuk memastikan status dalam undang-undang negara sebagai “negara nasional bangsa Yahudi,” dengan suara 14 banding 6 mendukung prakarsa itu.
Parlemen negara itu, Knesset, akan memilih undang-undang itu pada 3 Desember.
Kritik-kritik, termasuk penasihat hukum tertinggi pemerintah, mengatakan usulan perubahan untuk bisa melembagakan diskriminasi terhadap 1,7 juta warga Arab – keturunan dari 160.000 warga Palestina yang tinggal setelah Israel didirikan pada tahun 1948.
PLO mengatakan undang-undang itu adalah “upaya untuk menodai dan memelintir narasi sejarah Palestina dan menghapus keberadaan Palestina “di wilayah tersebut, dengan menyediakan secara eksklusif terhadap kepentingan orang-orang Yahudi.”
Perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina telah gagal dari waktu ke waktu karena negara Zionis Yahudi membangun perumahan pemukiman di tanah Palestina yang diinginkan untuk negara masa depan mereka.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan undang-undang yang bertindak sebagai Konstitusi yang efektif Israel, akan memberikan bobot yang sama baik bagi negara Yahudi maupun karakteristik demokratis.
Tetapi identitas Israel sudah terkandung dalam deklarasi kemerdekaan 1948, yang dianggap sebagai lembaga demokrasi Israel, yang mengatakan bahwa usulan baru gagal untuk menekankan “komitmen terhadap kesetaraan semua warga”.
Untuk diketahui, Para menteri kabinet Zionis Israel, pada hari Ahad (23/11/2014), berencana memasukkan usulan peresmian status negara sebagai tanah air kaum Yahudi dalam konstitusi dengan menghilangkan kata “demokrasi.”
Dalam usulan itu, Zionis Israel dalam konstitusinya tidak lagi didefinisikan sebagai negara “Yahudi dan demokratis” sebagaimana sebelumnya, melainkan dirubah menjadi “tanah air bangsa Yahudi.”
Para pengamat mengatakan, usulan penggantian undang-undang dasar itu akan berdampak pada institusionalisasi diskriminasi terhadap 1,7 juta keturunan Arab yang mempunyai kewarganegaraan Israel.
Selain itu, mereka mengatakan bahwa undang-undang lama juga tidak terlepas dari dari karakter “anti-demokratis” karena lebih mendahulukan karakter “Yahudi” dibandingkan dengan “demokrasi.”
Usulan perubahan undang-undang –yang ditulis oleh partai kanan garis keras Likud tersebut– akan dipilih nggota kabinet pemerintahan menjelang pemungutan suara awal di parlemen pada Rabu.
Usulan tersebut telah memicu reaksi keras dari anggota parlemen dan kabinet dari partai berhaluan tengah dan kiri yang mengkhawatirkan munculnya diskriminasi yang terinstitusionalisasi.
Kelompok minoritas Arab Israel, yang berjumlah 20 persen dari keseluruhan populasi, adalah warga keturunan Palestina yang tetap bertahan dan tidak turut mengungsi setelah negara Israel resmi dibentuk pada 1948.
Jika usulan tersebut disepakati, maka akan terjadi “institusionalisasi rasisme, yang sudah menjadi realitas keseharian baik dalam undang-undang maupun di jantung sistem politik,” kata Majd Kayyal kepala lembaga ‘Adalah, the Legal Centre for Arab Minority Rights in Israel. [AW/Ant]