JAKARTA (Panjimas.com) – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkesan plin-plan terkait pembolehan pengosongan kolom agama di KTP.
Setelah sebelumnya menyatakan bolehnya mengosongkan kolom agam di KTP, Mendagri Tajhjo Kumolo kini membantah hal tersebut.
“Sesuai dengan undang-undang, warga negara Indonesia pemeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Cu (Confusius), wajib hukumnya dicantumkan dalam kolom KTP-el (kartu tanda penduduk elektronik),” katanya menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Jumat malam.
Mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu menegaskan, “Dalam undang-undang kan sudah ada ketentuan bahwa wajib hukumnya mencantumkan agama yang jumlahnya ada enam yang sah dan diperingati secara nasional. Hal ini yang wajib diisi.”
Namun anehnya, setelah membantah pernyataan sendiri soal pengosongan kolom agama, Mendagri justru mengungkapkan keinginan pribadinya yang bertolak belakang.
“Keinginan saya pribadi agar kolom agama yang di luar enam agama resmi bisa dikosongkan,” kata Tjahjo.
Padahal Dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 64 Ayat (1), disebutkan bahwa KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pasfoto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, sempat membuat pernyataan kontroversial yang mengatakan WNI penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi pemerintah boleh mengosongi kolom Agama di KTP elektronika. (Baca: Waduh, Kata Mendagri Kolom Agama di KTP Boleh Dikosongkan)
“Itu kepercayaan, sementara kosong, sedang dinegosiasikan. Kami akan segera ketemu menteri agama untuk membahas ini. Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum,” kata dia, di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (6/11/2014).
Pernyataan itu kemudian mengundang protes dari berbagai kalangan, mulai dari Ketua Umum PBNU hingga Muhammadiyah menyayangkan pernyataan Mendagri tersebut. [AW]