JAKARTA (Panjimas.com) – Tokoh Muhammadiyah, KH Abdul Halim Sholeh menyatakan kecaman dan ketidaksetujuannya mengenai pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo. Menurut guru besar Attahiriyah ini, pengosongan kolom agama di KTP merupakan pelanggaran sila pertama.
Abdul Halim menegaskan, pengosongan yang diusulkan oleh menteri dari PDIP tersebut berarti pemerintah akan mengakomodasi orang yang tidak beragama tinggal di Indonesia. “Kalau nggak ada berarti komunis, kita bukan negara komunis,” tegas Abdul Halim, pada Kamis (6/11/2014).
Abdul Halim mengatakan identitas agama itu penting karena Indonesia merupakan negara beragama sesuai yang terdapat pada sila pertama pancasila. Ia pun mendesak agar kolom agama di KTP tetap diisi. “Harus diisilah, sesuai dengan yang lama saja” ujarnya.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, sebuah terobosan dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo yang mengatakan WNI penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi pemerintah boleh mengosongkan kolom Agama di KTP elektronika.
“Itu kepercayaan, sementara kosong, sedang dinegosiasikan. Kami akan segera ketemu menteri agama untuk membahas ini. Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum,” kata dia, di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis.
Dengan demikian, artinya WNI pemeluk keyakinan, di antaranya Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Parmalim –namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi– boleh mengoreksi kolom agama mereka.
“Dalam Undang-undang jelas ada enam agama yang boleh dicantumkan dalam KTP-el, sehingga kalau ingin ditambah akan memerlukan waktu untuk mengubahnya. Tapi kalau mereka mau mengkosongkan kolom itu ya tidak masalah,” tambahnya. [GA/rol]
BERITA TERKAIT: