JAKARTA (Panjimas.com) – Jemaat gereja Ilegal GKI Yasmin, Kota Bogor, yang masih dibekukan tampaknya sudah mulai mendapatkan angin segar. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengatakan akan melihat secara langsung ke sana.
“(Jika) Walikota sudah siap, kita (akan) segera cek kesana. Kan (masalah GKI) sudah ditarik oleh Kota Bogor,” ujar Tjahjo di Kemendagri, Jakarta, Kamis (06/11/2014) seperti dilansir Liputan 6.
Meskipun mempertimbangkan untuk membuka kembali gereja GKI Yasmin, dirinya tidak ingin terlalu terburu-buru. “Kalau saya perintah buka tapi daerah gak siap gimana,” jelas Politisi PDIP itu.
Kasus ini bermula pada tahun 2006, ketika GKI Yasmin melakukan pelanggaran terhadap Instruksi Gubernur Jawa Barat No. 28 tahun 1990 tentang syarat-syarat penerbitan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) tempat ibadah secara benar. GKI Yasmin juga diduga telah memanipulasi atau melakukan penipuan syarat-syarat izin IMB rumah ibadah terhadap warga. Antara lain:
Pertama, mengatasnamakan pembagian dana pembangunan wilayah dan membagikan uang transport. Dalam pembagian dana itu warga disuruh menandatangani tanda terima bantuan keuangan tersebut. Namun tanda tangan warga sebagai bukti telah menerima uang itu dimanipulasi oleh pihak GKI Yasmin dengan cara memotong daftar warga yang telah hadir dan menerima uang tersebut, lalu ditempelkan pada kertas yang kop suratnya berisi pernyataan warga tidak keberatan atas pembangunan gereja.
Kedua, tidak memiliki pendapat tertulis dari Kepala Departemen Agama setempat. Ketiga, tidak memiliki dan tidak memenuhi minimal pengguna sejumlah 40 Kepala Keluarga yang berdomisili di wilayah setempat. Keempat, tidak mendapatkan izin dari warga setempat. Kelima, tidak mendapatkan rekomendasi tertulis dari MUI, Dewan Gereja Indonesia (DGI), Parisada Hindu Dharma, MAWI, Walubi, Ulama/Kerohanian.
Kecurangan pembangunan gereja ternyata juga diakui oleh Tim Advokasi GKI Yasmin sendiri, Thomas Wadudara yang dikutip dari pledoi Hari Djunaedi, warga sekitar yang menjadi korban pihak GKI Yasmin. “Mana ada gereja yang didirikan tidak dengan memanipulasi data,” ujar Thomas Wadudara.
Selain itu, pihak GKI Yasmin juga tidak dapat memenuhi ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, tentang pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pendirian Rumah Ibadah yang harus memiliki umat (jamaah) minimal 90 orang yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan disetujui oleh 60 orang dari umat agama lain di wilayah tersebut, dan para pejabat setempat (Lurah/Kades) harus mengesahkan persyaratan ini. Selanjutnya, rekomendasi tertulis diminta dari Kepala Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya, dan dari FKUB kabupaten atau kotamadya.
Atas dasar penyimpangan yang dilakukan oleh pihak GKI Yasmin dan desakan warga sekitar itulah, akhirnya Pemkot Bogor melalui Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP) mengeluarkan surat pembekuan IMB pembangunan gereja. Namun, keputusan DTKP digugat oleh GKI Yasmin melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pemkot Bogor dinyatakan kalah secara administrasi, karena yang membekukan bukan pihak berwenang (DTKP).
Untuk menindaklanjuti putusan PTUN dan putusan Mahkamah Agung (MA) akhirnya Pemkot Bogor mencabut surat pembekuan IMB yang telah dikeluarkan oleh Pemkot Bogor melalui DTKP pada 8 Maret 2011.
Belajar dari kesalahan, beberapa hari kemudian Pemkot Bogor segera memperbaiki kesalahan administrasi tersebut dengan kembali melakukan pembekuan IMB GKI Yasmin. Melalui Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor No. 645.45-137 tahun 2011 yang dikeluarkan pada 11 Maret 2011 Walikota Bogor mencabut IMB GKI Yasmin yang terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh, Taman Yasmin, Bogor.
Berbagai Cara Ditempuh
Pihak GKI Yasmin mengajukan permohonan ke Ombudsman Republik Indonesia agar mencabut pembekuan IMB sesuai dengan putusan PTUN dan MA. Akhirnya, Ombudsman memberikan rekomendasi kepada Walikota Bogor, agar membatalkan surat pencabutan IMB GKI. Rekomendasi kedua untuk Gubernur Jawa Barat dan Walikota Bogor untuk berkoordinasi dalam penyelesaian masalah GKI Yasmin. Rekomendasi ketiga, untuk Mendagri agar melaksanakan pengawasan.
Sayangnya, rekomendasi tersebut tidak mengubah apapun, putusan PTUN dan MA sudah dilaksanakan jauh hari sebelum rekomendasi Ombudsman dikeluarkan. Kini yang berlaku adalah Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor No. 645.45-137 tahun 2011 yang dikeluarkan pada 11 Maret 2011 tentang pencabutan IMB GKI Yasmin.
Tahun 2007, Walikota pernah mengadakan pertemuan dengan 20 tokoh ormas Islam, termasuk yang hadir KH. Didin Hafidhuddin, KH. Muhyiddin dan KH. Waddud. Ketika itu Walikota bertanya pada para ulama yang hadir. Kalau ditolerir relokasinya di mana?
Ternyata semua sepakat di Sektor 7 Perumahan Yasmin. Mengingat di Sektor 7 ini banyak dihuni oleh umat Kristen. Setelah ditawarkan kepada pihak GKI Yasmin, pimpinan GKI ngotot menolak, padahal jamaahnya bersedia. Penolakan ini jelas, pihak GKI Yasmin punya agenda tertentu. Sebagai catatan, kasus GKI ini muncul tahun 2006, sebelum adanya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Isu GKI Yasmin masih terus berlanjut. Hampir setiap Ahad pagi sepanjang tahun 2011, jemaat GKI Yasmin memprovokasi warga setempat dengan mengadakan kebaktian di trotoar. Alternatif tempat yang diberikan Pemkot Bogor selalu mereka tolak. Jemaat ‘drop-dropan’ itu terus ngeyel dengan menggelar kebaktian di trotoar jalan. Warga yang resah selama bertahun-tahun selalu mengajak pertemuan secara gentleman untuk buka-bukaan data, tetapi tak dihiraukan pihak GKI Yasmin.
Kepada sejumlah wartawan, Juru Bicara GKI Yasmin Bona Sigalingging selalu mengatakan bahwa umat Islam intoleran. Padahal, faktanya ini murni kasus hukum, GKI Yasmin terbukti bersalah karena menipu warga setempat terkait syarat IMB rumah ibadah. [AW/antiliberal]