SURABAYA (Panjimas.com) – Kebijakan Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo yang menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 55/2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat mendapat dukungan positif dari masyarakat dan tokoh Islam karena sebagai upaya menyelamatkan aqidah umat Islam.
Namun ternyata, ada pula dari kalangan sekuler dan liberal di Jatim yang menilai Pergub Gubernur Jatim itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Surabaya (Ubaya), Inge Kristanti menyatakan jika urusan agama harus dipisahkan dengan urusan negara.
“Agama itu lebih ke pribadi. Tidak bisa berdasar ukuran orang. Dan seharusnya, soal urusan agama itu kewenangan pemerintah pusat, bukan provinsi, apalagi kabupaten/kota,” kata Inge Kristanti, di Kampus Ubaya, pada Kamis (23/10/2014).
Menurutnya, Pergub Jatim itu harus segera dicabut. Ia mengklaim, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengupas soal Syi’ah dan Ahmadiyah, di Jatim ajaran itu lebih bersifat pribadi. Inge pun mengkritik Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dianggap terlalu turut campur dengan memberi masukan kepada Gubernur.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jatim, Muhamad Gazali Said mengatakan, ada diskriminasi hukum dalam menyikapi kasus Syi’ah dan Ahmadiyah, di Surabaya. “Hukum harus memenuhi azas keadilan,” terang Dosen Universitas Islam Negeri Surabaya (Uinsa) yang dikenal liberal ini.
Menanggapi hal itu, Biro Hukum Pemprov Jatim Syailendra mengatakan, Pergub Jatim Nomor 55/2012 akan tetap berlaku, selagi belum ada Pergub baru. Untuk itu, Pemprov Jatim akan melakukan peninjauan ulang terhadap Pergub Jatim itu.
Syailendra menjelaskan, sebelumnya pada tahun 2012, Gubernur Soekarwo juga telah mengeluarkan Pergub Jatim soal Larangan Ahmadiyah. “Ini juga bisa dikaji,” ungkap Syailendra.
Namun dengan pongah Inge mengatakan bahwa yang lebih tepat untuk Pergub Jatim itu adalah mencabutnya, dan bukan melakukan peninjauan ulang, maupun revisi. “Pergub Jatim 55/2012 itu apakah dicabut atau direvisi? Yang pas istilahnya dicabut, meski ada Pergub baru dan menganulir yang lama,” tukasnya. [GA/snews]