WASHINGTON (Panjimas.com) – Meskipun diserang oleh koalisi salibis internasional, Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Leon Panetta mengatakan bahwa perang melawan Daulah Islamiyyah atau Islamic State (IS) membutuhkan waktu yang lama dan akan berlangusng puluhan tahun. Hal ini karena buruknya pengambilan keputusan dalam pemerintahan AS pimpinan Barack Obama saat ini.
Dalam wawancara dengan USA Today, pada Senin (6/10/2014), Panetta mengkritik Presiden Obama yang tidak segera mempersenjatai pemberontak Suriah yang berhaluan moderat di tahap-tahap awal perang. “Nampaknya kita sedang memulai sebuah perang 30 tahun yang bisa melebar ke Libya, Nigeria, Somalia dan Yaman,” kata Panetta.
Panetta, yang pernah bekerja di masa pemerintahan Obama yang pertama ini menyalahkan sejumlah keputusan yang dibuat Obama dalam tiga tahun terakhir.
Di antara keputusan-keputusan Obama yang dinilai salah adalah kegagalan Obama untuk memaksa pemerintah Iraq mengizinkan sisa pasukan AS tetap bertahan di negeri itu setelah ditarik mundur pada tahun 2011. “Kondisi itu mengakibatkan adanya kekosongan keamanan,” ujar Panetta.
Selain itu, penolakan Obama atas saran yang diajukan dirinya dan Menteri Luar Negeri (Menlu) saat itu, Hillary Clinton untuk mempersenjatai pemberontak Suriah. “Saya selalu berpikir kami berada dalam posisi yang lebih baik jika mengetahui elemen-elemen moderat dalam pasukan pemberontak yang memerangi Presiden Bashar al-Assad,” tambah Panetta.
Panetta melanjutkan, Obama kehilangan kredibilitasnya saat dia memperingatkan pemerintahan rezim Syi’ah di Suriah, Bashar Assad agar tidak menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya, namun gagal bertindak saat pemimpin Suriah itu “melanggar garis merah” tahun lalu.
Meski demikian, Panetta menyebut Obama masih memiliki waktu untuk memperbaiki kerusakan dengan memperlihatkan kepemimpinan dalam perang melawan ISIS yang sudah merebut sebagian wilayah Irak dan Suriah.
Panetta yang juga baru merilis bukunya “Worthy Fights: A Memoir of Leadership di War and Peace”, mengkritik cara kepemimpinan Obama. “Presiden Obama seringkali mengandalkan logika seorang guru besar ilmu hukum ketimbang gairah seorang pemimpin. Artinya, Obama menghindari pertempuran, mengeluh dan kehilangan kesempatan,” ujar Panetta.
Namun, Panetta masih berharap Obama bisa mengubah gaya kepemimpinannya dalam sisa dua tahun masa jabatannya dan memperbaiki kesalahan yang sudah dibuatnya. “Harapan saya, Presiden Obama mengetahui apa yang menjadi titik kritis dalam pemerintahannya. Dia harus sedikit keras dan mengatakan kita harus menyelesaikan masalah ini,” pungkas Panetta. [GA]