WASHINGTON (Panjimas.com) – Siapa sangka, mujahidin Daulah Islamiyah atau Islamic State (IS) yang baru dideklarasikan awal Ramadhan lalu bisa merepotkan Amerika Serikat (AS). Sebuah lembaga thinktank di Washington, memprediksi bahwa perang AS melawan Daulah Islamiyah bisa membengkak sekitar US$1,8 miliar atau sekitar Rp22 triliun per bulan.
Estimasi biaya perang semahal itu dihitung oleh Pusat Strategis dan Penilaian Anggaran (CSBA). Sejak perang AS melawan Daulah Islamiyah diluncurkan, CSBA menghitung AS menghabiskan dana hingga US$ 930 juta atau sekitarRp 11,5 triliun rupiah mulai 8 Agustus hingga 24 September 2014 lalu.
CSBA juga memberikan perkiraan biaya perang melawan Daulah Islamiyah selanjutnya dengan pertimbangan sejumlah faktor variabel.
”Biaya operasi di masa depan terutama tergantung pada bagaimana operasi panjang terus dilakukan, intensitas operasi udara, dan apakah ada pengerahan pasukan darat di luar yang sudah direncanakan,” bunyi laporan CSBA, Rabu (30/9/2014), seperti dikutip Reuters.
Informasi CSBA berasal dari veteran militer AS dan informasi langsung dari Pentagon. Jumlah biaya yang dikeluarkan AS dalam perang melawan Daulah Islamiyah saat ini berkisar antara US$200 juta hingga US$320 juta, dengan asumsi biaya operasi udara dan kemungkinan pengerahan 2 ribu pasukan darat.
Kisruh Obama-Intelijen AS
Di saat perang AS bersama koalisi melawan Daulah Islamiyah berlangsung, pemerintah Barack Obama justru terlibat ketegangan dengan pihak intelijen AS. Ketegangan dipicu oleh Komentar Obama yang seolah-olah menyalahkan intelijen dengan mengakui bahwa AS terlalu meremehkan mujahidin Daulah Islamiyah.
”Saya pikir kepala komunitas intelijen kita, Jim Clapper, telah mengakui bahwa mereka meremehkan atas apa yang telah terjadi di Suriah,” kata Obama mengacu kepada direktur CIA.
Sebaliknya, Komunitas intelijen AS merasa dikambinghitamkan pemerintah Obama, karena dianggap gagal mengantisipasi Daulah Islamiyah. Komite Intelijen Parlemen AS membela komunitas intelijen dan menyalahkan balik kubu Obama.
”Ini bukan kegagalan komunitas intelijen, tetapi kegagalan oleh para pembuat kebijakan untuk menghadapi ancaman itu,” kata Mike Rogers, Ketua Komite Intelijen Parlemen AS.
Mantan pejabat intelijen juga keberatan dengan pernyataan Obama. Mereka menyarankan agar Obama tidak menjadikan intelijen sebagai kambing hitam untuk menutupi kritikan tajam atas kelambanan Obama dalam bereaksi terhadap mujahidin Daulah Islamiyah.
“Komunitas intelijen selalu dijadikan kambing hitam atas kegagalan Gedung Putih,” kata Bruce Riedel, mantan ahli senior CIA.
Adam Schiff, anggota Komite Intelijen Parlemen AS dari Partai Demokrat mengatakan, Daulah Islamiyah adalah ancaman. “Saya tidak menyalahkan komunitas intelijen untuk ini. Ada perbedaan antara menyediakan intelijen yang berharga dan memiliki bola kristal,” sindir Schiff yang mengacu pada kebijakan Obama yang menyalahkan intelijen. [AW/Snd]