JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Badan Pengurus Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Muhammad Hariadi Nasution SH MH, mengecam keras tindakan asal tembak Densus 88 terhadap para terduga teroris.
Hal itu disampaikan Hariadi yang akrab disapa Ombat, terkait kasus penembakan Densus 88 terhadap Nurdin yang sedang melaksanakan shalat Ashar dan tidak melakukan perlawanan. (Baca: Innalillahi, Tanpa Perlawanan Nurdin Ditembak Mati Densus 88 saat Shalat Ashar)
“Untuk sekian kalinya Densus 88 melakukan perbuatan keji dengan melawan hukum menembak terduga teroris yang berada di wilayah hukum Indonesia, bahwa penembakan ini sangat mencederai kepastian hukum di Indonesia dengan cara biadab Densus melakukan penembakan,” kata Muhammad Hariadi Nasution kepad Panjimas.com, pada Senin (22/9/2014).
Hariadi juga membantah jika tindakan biadab yang dilakukan Densus 88 itu sudah sesuai dengan Undang Undang. (Baca: PUSHAMI desak Komnas HAM Proses Dugaan Pelanggaran HAM Densus 88 Hingga Mahkamah HAM Internasional)
“Jika densus 88 mengatakan mereka sudah sesuai, maka di sinilah letak kebohongannya. Bahwa untuk melakukan penyidikan saja Densus 88 harus melakukan apa yang diamanatkan Undang Undang Terorisme,” ungkap vokalis Group Band Tengkorak yang dikenal anti Zionis ini.
Lebih jauh Hariadi yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum Muslim Indonesia (LBHMI) itu menjelaskan, dalam melakukan penindakan Densus 88 harus memenuhi sejumlah prosedur yang diatur dalam Undang Undang Terorisme.
Dalam pasal 26 UU No 15 tahun 2003 Ayat 1: untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen. Ayat 2 : Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana di maksud dalam ayat 1 harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Ayat 3: Proses pemeriksaan swbagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilaksanakan secara tertutup dalam waktu 3 hari. Ayat 4: Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 di tetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan.
Dengan demikian, tindakan asal tembak yang kerap dilakukan Densus 88 hingga menelan korban jiwa itu jelas melanggar Undang Undang di negeri ini.
Tujuannya tidak lain, yakni agar para terduga itu tidak dapat membela diri melalui jalur hukum di pengadilan.
“Ini bertanda bahwa Densus tidak melakasanakan perintah Undang Undang yang dikarenakan Densus 88 tidak punya bukti dan tidak dapat membuktikan setiap kali terjadi penembakan. Densus 88 menembak agar terguga teroris yang memang masih diduga langsung mati dan tidak dapat membela dirinya di pengadilan,” tandasnya. [AW]