NUSAKAMBANGAN (Panjimas.com) – Siang itu, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir seperti biasanya menyambut para pembesuk di LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap dengan hangat.
Lontaran senyuman dari wajahnya seolah menggambarkan dirinya tak memiliki beban, meski ulama sepuh berusia lebih dari 76 tahun itu kini tengah menjalani vonis zalim 15 tahun penjara, karena menyokong i’dad Aceh tahun 2010 lalu.
Putih pakaian yang dikenakannya, bak menggambarkan ketulusan hati sang pionir gerakan Islam yang masih tersisa di Nusantara ini.
Keriput kulitnya itu telah menjadi saksi betapa panjang jalan perjuangannya telah ia tempuh, melintasi rezim yang telah datang silih berganti. Ia tetap istiqomah menapaki jalan jihad, tanpa pernah mundur walau selangkah.
Sayang, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang dikenal tawadhu’ dan pemaaf itu, tak luput dari terpaan badai fitnah yang kini tengah melanda para aktivis.
Serombangan pembesuk dari Jawa Tengah, mengadukan bagaimana umpatan buruk orang-orang di luar, dilontarkan kepada Ustadz Ba’asyir.
Saat berdiskusi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di teras ruangan dalam LP Pasir Putih -sementara ustadz Ba’asyir sedang memberikan taushiyah- tiba-tiba salah seorang diantara pembesuk nyeletuk, “Afwan Ustadz, apa benar Ustadz sudah pikun?” kata salah seorang pembesuk.
Lebih jauh lagi, para pembesuk itu mengeluhkan bahwa dirinya kerap mendengar bahwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dikatakan sudah linglung dan plin-plan. Bahkan di luar, yang lebih keji lagi beliau difitnah telah melakukan kedustaan atau berbohong, serta berbagai umpatan kurang ajar lainnya.
Namun bagaimana respon Ustadz Ba’asyir atas fitnah tersebut? Ia justru, tak mau menanggapinya dengan serius, “Saya pikun belum, tetapi muqaddimahnya sudah,” seloroh ustadz Ba’asyir disambut tawa para pembesuk di LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (18/9/2014).
Ustadz Ba’asyir menambahkan, “Kalau itu saya akui sajalah, nama-nama ikhwan saja saya suka lupa,” ujarnya dengan tawadhu’, seolah tak mempedulikan hujatan tersebut.
Bahkan, Ustadz Ba’asyir pun meminta maaf dengan tulus jika selama ini dirinya dianggap bersalah, sehingga muncul tudingan seperti disampaikan di atas.
“Kalau saya salah, saya terang-terangan minta maaf. Ndak perlu malu bagi saya,” ucapnya.
Namun, Ustadz Abu Husna yang duduk persis di samping Ustadz Ba’asyir sepertinya tak tega mendengar ulama sepuh itu diperlakukan buruk dengan umpatan-umpatan tak beradab.
“Di sini saya juru bicaranya Ustadz Abu, sekarang saya tanya di antara antum, adakah diantara antum yang shalat malamnya mulai jam 1 malam sampai shubuh? Adakah diantara antum yang puasa sunnahnya, puasa Dawud sampai sekarang? Adakah diantara antum yang baca Al-Qur’annya berjuz-juz setiap hari? Adakah diantara antum yang sampai saat ini masih menulis buku?” tegas Ustadz Abu Husna, hingga membuat rombingan para pembesuk terdiam seribu bahasa.
Ustadz Abu Husna seolah ingin memberikan pelajaran bagi mereka yang tak bisa menjaga lisan, hingga berani mengumpat seorang ulama seperi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
“Kalau lupa, semua manusia tempatnya lupa Ustadz,” imbuh Ustadz Abu Husna.
Mendengar apa yang disampaikan itu, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir meminta permasalahan itu tak perlu dibahas panjang lebar. “Sudahlah itu tidak usah dibahas,” tuturnya.
Memang sudah sepatutnya para aktivis Islam tetap menjaga adab terhadap para ulama meskipun dalam hal berbeda pendapat. Jangan sampai datang cacian, umpatan yang tidak sepantasnya, ditujukan kepada para ulama, karena daging ulama itu beracun, sebagaimana disampaikan Ibnu Asakir dalam kitab Tabyin Kadzibi Al-Muftari, hal. 49:
واعْلَمْ يا أخِي وفَّقَنَا اللهُ وإيَّاكَ لِمَرْضَاتِهِ وجَعَلَنَا ممَّنْ يَخْشَاهُ ويَتَّقِيْهِ حَقَّ تُقَاتِهِ : أنَّ لُحُوْمَ العُلَمَاءِ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِم مَسْمُوْمَةٌ، وعَادَةَ اللهِ في هَتْكِ أسْتَارِ مُنَتَقِصِيْهِم مَعْلُوْمَةٌ؛ لأنَّ الوَقِيْعَةَ فِيْهِم بِمَا هُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ أمْرٌ عَظِيْمٌ، والتَّنَاوُلَ لأعْرَاضِهِم بالزُّوْرِ والافْتِرَاءِ مَرْتَعٌ وَخِيمٌ، والاخْتِلاقَ على مَنِ اخْتَارَ اللهُ مِنْهُم لِنَعْشِ العِلْمِ خُلُقٌ ذَمِيْمٌ
“Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah memberikan taufiqNya kepada kami dan juga kepada engkau menuju keridhoanNya serta menjadikan kita termasuk dari kalangan orang-orang yang takut dan bertakwa kepadaNya dengan ketakwaan yang sesungguhnya- bahwasanya daging para ulama -semoga Allah merahmati mereka- adalah beracun. Dan kebiasaan bagi Allah untuk merobek tirai para pencela mereka telah diketahui, karena mencela para ulama dengan perkara-perkara yang mereka sendiri berlepas diri merupakan perkara yang besar, dan mencela kehormatan mereka dengan kebohongan dan penipuan adalah lahan yang buruk, serta berdusta atas para ulama yang telah dipilih oleh Allah untuk menegakkan ilmu merupakan akhlak yang tercela.” [AW]