JAKARTA (Panjimas.com) – Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian cuplikan dari Undang Undang Perkawinan no 1 tahun 1974.
Namun, sekelompok mahasiswa UI berusaha untuk menggugat aturan yang telah disepakati semua agama dalam bingkai Undang Undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi, dengan tujuan melegalkan nikah beda agama. (Baca: 5 Mahasiswa UI Gugat UU Perkawinan Soal Tidak Sahnya Nikah Beda Agama ke MK)
Selain nikah beda agama, wacana pernikahan sejenis pun sudah sejak lama marak. Salah satunya lewat jasa pemikir liberal Siti Musdah Mulia yang pernah menulis di Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008), sebuah artikel berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’ (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat Siti Musdah Mulia, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).
Jika sudah demikian, akankah liberalisme yang kian subur di negeri ini juga akan menggila dengan wacana nikah beda spesies seperti di Barat?
Mengamati hal tersebut, Pengamat Politik dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr Aidil Fitriciada Azhari, SH, MH hanya bisa berharap jika pernikahan beda spesies tak terjadi di negeri ini. (Baca: Pakar Hukum Tata Negara: Pernikahan Seagama Sudah Sesuai Konstitusi dan Hak Asasi Manusia)
“Semoga tidak akan sampai ke situ, karena hal itu terkait juga dengan perkembangan sosial,” kata Dr Aidil Fitriciada Azhari, SH, MH kepada Panjimas.com di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu (13/9/2014).
Menurut Aidil Fitri, pernikahan beda spesies yang terjadi di Barat disebabkan nilai-nilai perkawinan dan kekeluargaan telah hancur.
“Di barat itu, kenapa perkawinan atau pernikahan beda spesies itu, bahkan dengan benda dimungkinkan karena memang nilai keluarga di sana sudah hancur,” ungkapnya.
Saking liberalnya, orang-orang di Barat yang jauh dari nilai-nilai agama, akhirnya mengalami disorientasi keluarga.
“Definisi keluarga di barat itu kan sudah bukan ayah, ibu dan anak. Tetapi bahkan ada yang mengatakan, saya dan kucing atau saya dan anjing. Jadi mereka sudah mengalami disorientasi kekeluargaan,” ungkapnya.
“Kalau di negara kita nilai-nilai keluarga masih relatif kuat, hanya sebagian kecil saja yang tidak lagi taat pada nilai-nilai keluarga,” imbuhnya.
Untuk diketahui, pernikahan beda spesies atau pernikahan dengan binatang marak terjadi di negara-negara Barat.
Tercatat, wanita asal Inggris, Amanda Rodgers meresmikan pernikahannya dengan binatang. Amanda menjadi pemberitaan karena baru saja menggelar pernikahan yang dihadiri 200 undangan. Dalam pernikahan itu, yang menjadi mempelai prianya adalah seekor anjing.
Joseph Guiso juga termasuk deretan pria yang memutuskan menikah dengan anjing peliharaannya. Pemuda 20 tahun itu menikah dengan anjing jenis Labrador yang baru berusia lima tahun, diketahui bernama Honey. Keduanya melangsungkan pernikahan di taman Laurel Bank, Toowoomba, Australia.
Bahkan masih banyak contoh lainnya dari pernikahan menyimpang seperti menikah dengan benda mati sebagaimana terjadi di negara-negara Barat. [AW]