BEKASI (Panjimas.com) – Mantan missionaris, ustadz Bernard Abdul Jabbar mengatakan bahwa upaya mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) bernama Anbar Jayadi bersama 4 orang alumni FH UI, yaitu Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, dan Varida Megawati Simarmata yang mengajukan uji materi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) suatu kejadian yang berulang.
Saat ditemui wartawan Panjimas.com di Bekasi, Jawa Barat (Jabar) pada Selasa (9/9/2014) malam, ustadz Bernard menjelaskan bahwa upaya-upaya yang semisal juga pernah dilakukan oleh orang-orang dari kelompok dan kalangan liberal untuk mencederai agama Islam, namun dengan sampul yang berbeda-beda.
“Yaa, ini adalah merupakan yang kesekian kalinya, kalau tidak salah sudah tiga kali mereka (orang-orang liberal –red) melakukan judicial review terhadap undang-undang (UU) yang pertama dulu adalah undang-undang (UU) tentang penodaaan dan penistaan agama nomor 1 tahun 1965, dan yang kedua tentang pelarangan jaksa agung yang melarang penjualan buku-buku penistaan agama yang kemudian umat Islam luput dari pengamatan terhadap itu sehingga akhirnya dikabulkan oleh MK, sementara undang-undang nomor 1 itu telah digagalkan oleh MK,” ungkapnya.
Pengurus Forum Umat Islam (FUI) ini justru sangat menyayangkan ulah para pengugat UU Perkawinan yang notabenya adalah orang yang beragama Islam dan berjilbab pula. Menurut ustadz Bernard, bisa jadi adanya sutradara yang menyetir dibalik gugatan sejumlah mahasiswa dan alumni FH UI itu ke MK.
Dan kemungkinan kedua, lanjut ustadz Bernard, karena kurangnya ilmu yang ada para penggugat itu. Sebab, tegas ustadz Bernard, nikah beda agama (NBA) dilihat dari berbagai macam sisi, apalagi sisi agama, jelas tidak ada dasar yang membenarkan dan memperbolehkannya, karena NBA itu dilarang semua agama.
“Padahal kalau kita lihat perkawinan beda agama inipun dilarang semua agama apapun juga tidak diperbolehkan, baik itu Hindu, Budha, kemudian Krsiten, apalagi Islam yang sudah jelas mayoritas penduduknya beragama Islam itu tentunya mengikuti apa yang menjadi aturan agamanya dan memgikuti perundang-undangan yang dibuat pemerintah, dan ini menjadi satu hal yang kemudian mereka gugat sampai mereka ini berhasil,” tegasnya. [GA]
BERITA TERKAIT: