JAKARTA (Panjimas.com) – Pasangan selebritis Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar akhirnya dikaruniai putra pertama, yang diberi nama Teuku Adam Al Fatih. Setelah bermalam di Rumah Sakit Pondok Indah sejak Selasa 9 September 2014 malam, bintang sinetron itu baru bisa melahirkan keesokan harinya, 10 September 2014.
“Alhamdulillah namanya Teuku Adam Al Fatih. Lahir jam 16.02 wib tadi,” kata Wisnu di Rumah Sakit Pondok Indah, Jalan Metro Duta, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2014) malam seperti dilansir Tribunnews.
Ada hal menarik dari kelahiran putra pertama pasangan artis tersebut. Meski berkecimpung du dunia hiburan Teuku Wisnu selama ini dikenal sebagai sosok yang religius. Selain itu, Teuku Wisnu juga memiliki pemahaman agama yang baik. Oleh sebab itu ia memilih tidak mengadzankan putra pertamanya sebagaimana adat kebiasaan. Sebab, hadits mengadzankan bayi dinilai lemah menurut para ulama.
“Soal adzan memang ada beberapa pendapat. Satu pendapat itu diadzankan dan tidak diadzankan. Saya pikir yang diadzankan itu hadistnya lemah, jadi enggak diadzankan. Saat diperut juga sudah diadzankan dan baca ayat suci Al-Qur’an,” kata Wisnu.
Meski tak mengumandangkan adzan di telinga Adam, hal itu tak mengurangi kebahagiaan Wisnu menyambut anak pertamanya itu.
Untuk diketahui, terkait perintah melantunkan adzan saat kelahiran bayi memang terdapat hadits yang menyebutkan anjuran tersebut. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari ayahnya (Abu Rafi’), beliau berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
“Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).
Para perawi hadits di atas ada enam,
مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِى عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ
yaitu: Musaddad, Yahya, Sufyan, ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dan Abu Rafi’.
Dalam hadits tersebut, perawi yang menjadi masalah adalah ‘Ashim bin Ubaidillah.
Al-Imam Ibnu Hajar menilai ‘Ashim sebagi sosok yang dha’if (lemah). Begitu pula Adz Dzahabi mengatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan ‘Ashim itu dha’if (lemah). Al Bukhari dan selainnya mengatakan bahwa ‘Ashim adalah munkarul hadits (sering membawa hadits munkar).
Dari sini nampak dari sisi sanad terdapat rawi yang lemah sehingga secara sanad, hadits ini sanadnya lemah.Ringkasnya, hadits ini adalah hadits yang lemah. [AW/dbs]