ARAB SAUDI (Panjimas.com) – Kelompok studi Sakina di Arab Saudi berencana melakukan survei ilmiah untuk menentukan posisi masyarakat Saudi pada issue Khilafah Islamiyyah yang diumumkan oleh Daulah Islamiyah Iraq dan Syam atau Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) pada tanggal 1 Ramadhan 1435 H lalu.
Inisiatif ini muncul setelah secara mengagetkan pada baru-baru ini ada hasil jajak pendapat dari Saudi yang dirilis pada situs jejaring sosial, mengklaim bahwa 92% dari mereka, percaya bahwa “IS sesuai dengan nilai-nilai Islam dan hukum Islam”.
Sementara itu, realitanya banyak keluarga Saudi menolak untuk mengadakan acara belasungkawa atas anak-anak mereka yang gugur di tempat-tempat perjuangan, bahkan banyak dari keluarga korban yang gugur di bumi jihad menyatakan “sukacita” dan mereka menolak untuk menunjukkan kesedihan atas kematian anak-anak mereka.
Sebagai respon itu, beberapa Pengkhotbah yang direstui di Saudi menganggap sikap seperti itu sebagai pengaruh dari terorisme, dan katanya, “Ini merusak reputasi agama Islam”. Mereka menekankan bahwa siapa saja yang pergi ke tempat-tempat konflik merupakan pelanggaran otoritas keagamaan Saudi yang harus diikuti. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa kematian mereka bukan bentuk kesyahidan.
Direktur Kampanye Sakina, Abdul Moneim al-Mushawwah yang beroperasi di bawah pengawasan Departemen Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan di Arab Saudi mengatakan, ”Dalam periode mendatang, rencana kampanye akan bekerja pada survei manual, dimana kita dapat menentukan sejauh mana masyarakat Saudi bersimpati dengan apa yang terjadi baru-baru ini di Iraq, yaitu deklarasi kekhalifahan”.
Dia menambahkan, “Survei ini akan menargetkan segmen tertentu dalam waktu tertentu , berkisar antara satu dan dua bulan. Ini akan diawasi oleh seorang akademisi untuk memenuhi kondisi yang diperlukan“.
Dalam konteks terkait, Sheikh Abdullah al-Suwailem, anggota Komite Penasehat lainnya menolak untuk mengklasifikasikan mereka yang berafiliasi dengan kelompok IS dan Jahbah an-Nusra sebagai kriminal.
Suwailem mengatakan, “Kami tidak mengklasifikasikan pemuda yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok ini sebagai kriminal. Jika kita melakukan ini, kita merugikan mereka dan membuat mereka semua menjadi musuh kita”.
“Kita harus menghadapi argumen dengan argumen, bukti dengan bukti. (Kita harus -red) menyediakan pemuda kita dengan bimbingan yang benar, tidak mengkriminalisasi mereka, sehingga tidak lebih bermasalah,” tandasnya. [GA/eramuslim]