JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah Indonesia semakin sehati dan sekata serta satu sikap soal penolakannya dan permusuhannya terhadap Daulah Islamiyyah atau Islamic State (IS) yang dulunya bernama Islamic State of Iraq and Syam (ISIS).
Bertambahnya anggota dan keberhasilan Daulah Islamiyyah dalam menguasai sejumlah wilayah di Iraq dan Suriah ternyata tidak hanya membahayakan eksistensi rezim Syi’ah Iraq dan Suriah. Pemerintah Indonesia yang wilayahnya jauh dari Iraq dan Suriah juga merasa cemas dan khawatir.
Untuk menangani hal itu, rencananya pemerintah Indonesia akan segera melakukan pertemuan dengan pemerintahan Kafir Syi’ah Iraq pimpinan Perdana Menteri (PM) Haider al-Abadi dan rezim Kafir Syi’ah Nushairiyyah Suriah pimpinan Bashar Assad guna membahas sejumlah keberhasilan Daulah Islamiyyah itu.
“Pemerintah Indonesia tentu tidak akan mengakui keberadaan ISIS. Indonesia akan tetap mengakui integritas Irak, Suriah,” kata Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Dino Patti Djalal dalam diskusi tentang ISIS di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada Senin (25/8/2014).
Pembicara lain diskusi itu adalah Kepala BNPT Ansyaad Mbai, Ketua PBNU Said Aqil dan hakim agung Suhadi. “Kita akan mengadakan pertemuan tentang ISIS, tentang bagaimana warga negara kita dan warga negara mereka tentang ISIS. ISIS fenomena yang baru, dan kita masih belajar untuk memahami,” lanjutnya.
Menurut Dino, sikap pemerintah sudah jelas, tegas, dan kompak untuk melarang gerakan ISIS berkembang di Indonesia. Selain itu pemerintah juga melarang setiap WNI yang berada di kawasan Timur Tengah untuk berperang melawan ISIS.
“Salah satu aspek yang kita tangani adalah memonitor WNI yang berperang dengan ISIS. Posisi Indonesia itu kompak dalam arti dengan pemimpin-pemimpin agama. Hampir seluruh komponen terutama tokoh-tokoh islam mendukung pemerintah Indonesia dan menolak ISIS,” jelas Dino. [GA/dtk]