WASHINGTON (Panjimas.com) – Senin (18/8/2014), administrasi Penerbangan Federal melarang maskapai Amerika Serikat (AS) untuk terbang ke wilayah udara Suriah. Sebelumnya, institusi ini hanya memberikan peringatan agar tidak terbang di atas Suriah.
Badan tersebut mengatakan, para mujahidin di Suriah yang dilengkapi senjata anti-pesawat memiliki kemampuan mengancam pesawat sipil. Beberapa jam setelah larangan dikeluarkan, lembaga survei Small Arms menerbitkan laporan kelompok-kelompok bersenjata Suriah memiliki beberapa ratus rudal anti-pesawat.
Laporan memperkirakan, ratusan sistem rudal anti-pesawat ada di gudang persenjataan para mujahidin Daulah Khilafah Islamiyyah. Sebagian besar berasal dari Rusia dan Cina. Senjata-senjata tersebut disita oleh mujahidin Daulah Khilafah Islamiyyah di Suriah dari pasukan rezim Syi’ah Nushairiyyah Bashar Assad.
“Di tangan teroris terlatih, beberapa rudal bisa menjadi ancaman yang berpotensi bencana bagi penerbangan komersial,” ungkap Matthew Schroeder salah seorang penulis laporan.
Bahaya paling mendesak adalah, senjata anti-pesawat dapat dengan mudah dikirimkan kepada para mujahidin lainnya yang beroperasi di luar Suriah. Rudal dapat digunakan untuk menghancurkan pesawat komersial yang terbang rencah. Kebanyakan maskapai penerbangan komersial Amerika dan beberapa negara lain, sudah menghentikan penerbangan di atas wilayah Suriah sejak tiga tahun yang lalu.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Daulah Khilafah Islamiyyah atau Islamic State (IS) yang menguasai banyak wilayah Iraq, termasuk kota kedua terbesar di Iraq, Mosul, akhirnya memaksa AS melakukan serangan udara pertama sejak berakhirnya pendudukan negara teroris AS pada tahun 2011.
Terkait serangan udara AS terhadap para mujahidin Daulah Khilafah dan warga sipil muslim Ahlu Sunnah, Daulah Khilafah Islamiyyah memperingatkan AS bahwa mereka akan menyerang warga dan kepentingan serta aset Amerika “dimanapun berada” jika serangan AS masih membombardir wilayah IS. [GA/Ant/rol]