JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Reproduksi. Salah satu isinya adalah pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melegalkan aborsi dengan syarat, pertimbangan kedaruratan bagi ibu dan kehamilan akibat perkosaan. Namun hal yang membolehkan praktek aborsi dinilai telah menimbulkan keresahan dan kontroversi di masyarakat.
“Pemerintah harus lebih hati-hati dan sensitif bila ingin mengeluarkan produk undang-undang atau peraturan agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat,” ujar Sekjen Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI), Imam Addaruquthni dalam keterangannya di Jakarta, pada Jum’at (15/8/2014).
“Peninjauan kembali dan membatalkan atau menarik kembali demi menghindarkan sebagian masyarakat bahkan tenaga medis yang cenderung pragmatis dan permissive bahkan menyimpang. Jika tidak, maka praktik aborsi bisa menggejala terutama di kalangan remaja yang selama ini telah dikhawatirkan semakin banyak yang melakukan hubungan seksual bebas,” tegas Imam.
Menurut Imam, PP legalisasi aborsi kebablasan sehingga tidak sesuai dengan semangat UU Kesehatan Nomor 36/2014 pasal 75 ayat 1. “PP yang melegalkan aborsi ini bisa dimanfaatkan untuk sengaja menggugurkan janin dalam kandungan karena tidak dikehendaki. Dan membunuh anak (janin) jelas dilarang dalam agama manapun,” tandasnya.
Seperti diketahui bersama, Peraturan Pemerintah (PP) 61/2014 tentang Reproduksi yang merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan menuai kontroversi lantaran diperbolehkannya aborsi bagi korban pemerkosaan. Ini tertuang dalam pasal 31 ayat 2 yang menyebut tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan bahwa PP tersebut telah dikonsultasikan dengan pihak-pihak terkait dan sudah mendapat restu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun pihak-pihak terkait termasuk MUI sendiri menolak klaim yang disebutkan Menteri beragama Kristen yang sering membuat kontroversi ini, termasuk sola kondom beberapa waktu lalu. [GA/trb]