JAKARTA (Panjimas.com) – Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Suhardi Alius mengakui dan menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa serta merta menjerat para pendukung dan mereka yang telah berbai’at kepada Daulah Islamiyyah Iraq dan Syam atau Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) di Indonesia.
“Ada lubang hukum. Ada loop hole. Kita tidak bisa menjerat mereka yang menyatakan dukungannya kepada ISIS dengan pidana. Mereka paham betul adanya celah hukum ini, yang kemudian mereka manfaatkan,” kata Suhardi pada Rabu (6/8/2014).
Suhardi mengatakan, pasal yang bisa dikenakan kepada pendukung ISIS yang saat ini telah di deklarasikan menjadi Khilafah Islamiyyah oleh Jubir ISIS, Syaikh Abu Muhammad Al-Adnany sejak 1 Ramadhan 1435 H lalu hanyalah UU tentang Kewarganegaraan nomor 12/2006, yang tidak terkait ancaman pidana.
Jenderal bintang tiga ini menambahkan, UU tentang Kewarganegaraan pasal 23 ayat f yang berbunyi, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.
Senada dengan Kabareskrim, Kapolri Jenderal Pol Sutarman juga mengakui hal yang serupa. Kendati ISIS telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia, namun Polri mengaku belum mampu mengkontruksikan jeratan pasal pidana bagi para pengikut dan mereka yang berbai’at kepada ISIS. “Kita masih pelajari pelanggarannya dan pasal yang mungkin dikenakan,” kata Sutarman pada Selasa (5/8/2014) kemarin.
Sutarman menjelaskan, selain hukum pidana umum, tidak ada satupun pasal di dalam UU Anti Terorisme 15/2003 yang bisa dijeratkan terhadap para pengikut, pendukung dan yang telah berbai’at kepada ISIS yang dipimpin oleh Syaikh Abu Bakar Al-Baghdady.
Tindakan mereka, lanjut Sutarman, yang mengikuti dan bergabung dengan sejumlah kelompok Islam yang oleh Polri dianggap radikal di luar negeri juga tidak bisa serta merta dijerat UU pidana di dalam negeri karena locus delicti atau tempat kejadian perkaranya ada di luar negeri. [GA/dbs]