SEMARANG (Panjimas.com) – Sejumlah narapidana (napi) mujahid penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Jawa Tengah (Jateng) memilih golput dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 kali ini. Meskipun raga mereka dipenjara, namun untuk menjaga dan mempertahankan aqidahnya, para napi mujahid memilih untuk golput dan tidak ikut serta dalam pesta syirik Demokrasi tersebut.
Contohnya seperti di LP Kedungpane Semarang. Para napi mujahid tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Jateng, Hermawan Yunianto juga membenarkan hal itu.
Meski sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Hermawan menegaskan para napi mujahid tetap tidak memakai hak pilihnya. “Iya mereka tidak mencoblos. Memang dari awal, mereka sudah tidak sejalan dengan pemerintah,” kata Hermawan, di sela-sela pemungutan suara di LP Kedungpane, Rabu (9/7/2014).
…Iya mereka tidak mencoblos. Memang dari awal, mereka sudah tidak sejalan dengan pemerintah…
Menurut dia, hal tersebut berkaitan dengan keyakinan yang dianut para napi mujahid. Hermawan menjelaskan, jika keyakinan ideologisnya masih kuat kemungkinan besar para napi mujahid tidak akan menyalurkan hak pilihnya. “Kalau keyakinan ideologisnya mulai luntur biasanya mau mencoblos,” katanya.
Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi pada napi mujahid di LP Nusakambangan, Cilacap, Jateng. “Kondisinya relatif sama. Mungkin, kalau tidak mencoblos keteguhan imannya masih tebal menolak pemerintah dan negara. Kalau imannya sudah tidak begitu, mereka nanti akan nyoblos,” jelas Hermawan.
Untuk diketahui bersama, jumlah warga binaan atau napi di seluruh Jateng yang terdaftar dalam DPT mencapai 1.919 orang. Namun karena Pemilu merupakan satu rangkaian dalam sistem syirik Demokrasi, para napi mujahid memilih golput dan tidak mencoblos dua pasangan Capres yang ada, yakni nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut 2 Jokowi-Jusuf Kalla. [Ghozi Akbar/dbs]