JAKARTA (Panjimas.com) – Saat melakukan konfrensi pers (konpres) pertemuan rektor perguruan tinggi agama Islam di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, pada Jum’at (4/7/2014), bersama puluhan rektor tingkat perguruan tinggi agama Islam di seluruh Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan bahwa syari’at jihad merupakan akar munculnya terorisme dan radikalisme.
“Ketika paham radikal telah memasuki institusi pendidikan, artinya kaum muda yang merupakan pasar potensial bagi penyebaran paham tersebut telah berhasil terjangkit secara efektif. Tentunya, hal ini menjadi persoalan bersama, tidak hanya institusi pendidikan,” kata Kepala BNPT, Ansyaad Mbai.
Akibat phobia (ketakutan) yang berlebih itu, maka yang menjadi fokus utama institusi pendidikan dan BNPT bukan lagi peningkatan pendidikan generasi muda, tetapi model dan materi pendidikan seperti apa yang perlu diterapkan untuk mencegah menyebarnya paham dan syari’at jihad yang kemudian disebut BNPT dengan faham radikal terorisme.
Untuk menghalau dan mencegah berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mempelajari syari’at jihad, Mbai melakukan kerjamasa dengan pihak dalam negeri seperti dari Kementerian Agama (Kemenag) dan perguruan tinggi Islam, hingga kerjasama dengan luar negeri, seperti Saudi Arabia dan Pakistan.
“Intinya adalah proses radikalisasi yaitu penyebaran paham atau mengkafir-kafirkan orang yang merupakan ciri utama radikal terorisme, menanamkan kebencian yang disebut kafir. Hal itu menjadi sumber utama,” ujarnya.
Dalam menjalankan program tersebut, BNPT mengaku hanya berposisi sebagai fasilitator. Dan dalam melaksanakan keseluruhan program itu, BNPT menunjuk sebagai kepala satuan tugas (satgas) yang dipimpin oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag) Prof Dr Nazaruddin Umar MA. [Ghozi Akbar/dbs]