JAKARTA (Panjimas.com) – Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) begitu sigap memberikan tanggapan mengenai penyerangan gereja liar yang dilakukan oleh sejumlah massa tak dikenal di Sleman, Minggu (1/6/2014) lalu.
“Menanggapi penyerangan umat Katolik di Sleman, saya tidak bosan ingatkan agar semua elemen masyarakat saling hormati kebebasan beragama,” tulis SBY seperti dikutip detik.com dari akun twitter @SBYudhoyono, Selasa (3/6/2014).
Selain itu, SBY yang pernah mendapat gelar ‘Knight Grand Cross’ (‘Ksatria Salib Agung) itu menyatakan tidak boleh merasa agamanya lebih unggul dibanding agama lain.
“Agama jadi hak asasi individu yang wajib dihormati. Tidak boleh merasa bahwa agama kita lebih unggul dibanding agama lain,” tulis SBY.
Sikap SBY begitu timpang, ia sama sekali tak bersuara tatkala masjid umat Islam dinodai dengan adanya instruksi dari PDIP agar kadernya memata-matai khutbah Jum’at di Masjid.
William Yani anggota DPRD DKI Jakarta yang beragama Kristen ini menginstruksikan kepada kader dan pendukung Jokowi pada saat Sholat Jum’at untuk memantau penceramah.
“Ketua dpc pdip jaktim instruksikan khusus kpda kader dan pendukung#JKWJK yang muslim untuk sholat jumat besok dan memantau penceramah jumat-an,” begitu kicauan Yani dalam akun twitternya, Kamis (29/5/2014). (Baca: Astaghfirullah, PDIP Instruksikan Kadernya Mata-matai Khutbah Jum’at di Masjid)
Padahal, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan menyatakan, pengawasan yang dilakukan oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap khatib di masjid, sangat melukai perasaan umat Islam.
“Pengawasan itu sangat melukai umat Islam, sejak kapan mereka menjadi polisi agama?” tanya Amidhan di Jakarta, seperti dikutip kantor berita Antara, Jumat (30/5/2014). (Baca: MUI: Upaya Kader PDIP Mata-matai Masjid seperti Zaman Penjajahan, Lukai Perasaan Umat Islam!)
Untuk diketahui, Puluhan orang menggeruduk sebuah gereja liar di Sleman, Ahad (1/6/2014). Massa menganggap gereja Kristen yang ada di wilayah Panggukan, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, tidak berizin.
Aksi massa terjadi seusai kebaktian yang dilakukan pagi hari. Massa dari luar wilayah kecamatan Sleman datang menggunakan sepeda motor. Mereka memprotes rumah milik pendeta Nico Lomboan. yang digunakan tempat kebaktian itu tidak berizin.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun di lapangan, gereja yang berada di halaman rumah pendeta itu sudah diprotes warga sejak tahun 2012. Bahkan pada tahun lalu pemerintah kabupaten Sleman telah menyegelnya. Namun kemudian digunakan kebaktian lagi hingga beberapa orang yang tergabung dalam ormas Islam menyatakan protes. [AW/dbs]