JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay menentang adanya pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jum’at untuk memantau kemungkinan adanya “kampanye hitam” di dalam masjid.
“Pengawasan terhadap khatib dan khotbah Jumat dikhawatirkan akan menimbulkan fragmentasi sosial di tengah masyarakat. Selain itu, bisa juga menimbulkan kesan seolah-olah para khatib menjadi agen politik dari suatu kepentingan politik tertentu,” kata Saleh Partaonan Daulay melalui pesan singkat di Jakarta, seperti dikutip kantor berita Antara Jumat (30/5/2014).
Menurut Saleh, masjid sebagai tempat suci berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena itu, tindakan pengawasan terhadap ceramah para khatib sangat provokatif.
“Kenapa tidak sekalian sweeping saja? Kenapa mesti mengirim tukang intip? Saya khawatir, ini bisa dilihat masyarakat sebagai upaya pengembalian rezim otoriter dengan masuknya intervensi ke rumah-rumah ibadah,” tuturnya.
Saleh menduga pernyataan mengenai pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jum’at untuk menimbulkan kesan seolah-olah seseorang sedang dizalimi.
Padahal, sampai saat ini belum ada bukti kampanye hitam yang dilakukan di atas-atas mimbar Jum’at.
“Lagi pula, yang potensial memanfaatkan masjid itu ya tim Jokowi-JK. Bukankah ketua umum Dewan Masjid Indonesia adalah JK? Jaringan masjid se-Indonesia itu dikuasai JK. Merekalah yang paling mungkin memanfaatkan mesjid-mesjid untuk hal-hal seperti itu,” kata Saleh.
Saleh mengatakan tindakan mengawasi khatib lebih berbahaya dari kampanye hitam. Sebab, tindakan pengawasan itu sudah bagian dari kampanye hitam.
“Tidak tanggung-tanggung, yang dituduh melakukan kampanye hitam adalah para ustadz yang selama ini bekerja keras membina umat,” ujarnya.
Saleh menduga para penggagas pengawasan terhadap khotbah tidak memahami fungsi masjid secara baik dan memahami esensi dakwah Islam. Demi kepentingan politik sesaat, mereka mudah melemparkan tuduhan yang tidak bertanggung jawab.
“Fungsi mesjid itu banyak. Selain untuk ibadah, mesjid juga sering difungsikan untuk pemberdayaan umat baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, dan juga politik. Mesjid tidak pernah difungsikan untuk menyebar fitnah. Para ustadz pasti tahu bahwa menyebar fitnah adalah perbuatan keji,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) PDIP Jakarta Timur, William Yani menginstruksikan kader dan pendukung Jokowi untuk memantau atau memata-matai khutbah Jum’at di masjid.
Lewat akun berita PDIP di twitter @news_pdip, pada Kamis, (29/5/2014), William Yani yang juga anggota DPRD DKI Jakarta ini menginstruksikan kepada kader dan pendukung Jokowi pada saat Sholat Jum’at untuk memantau penceramah.
“Ketua dpc pdip jaktim instruksikan khusus kpda kader dan pendukung#JKWJK yang muslim untuk sholat jumat besok dan memantau penceramah jumat-an,” begitu kicauan Yani Kamis kemarin.
Sikap tersebut mendapat dukungan Pengurus DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari yang menuding para penceramah di masjid suka menebar fitnah. [AW/Ant]