PANJIMAS.COM – Penginjil Abd Yadi benar-benar kehilangan akal sehat dalam menjajakan doktrin Trinitas dan Ketuhanan Yesus kepada umat Islam. Akibatnya, dalam buku putih kristenisasi berjudul “Isa Almasih di dalam Al-Qur’an dan Hadits”, ia tidak menerapkan mata pelajaran dogmatika dan apologetika yang diajarkan di Sekolah Tinggi Teologi (STT).
Sejak awal, Penginjil Abd Yadi sebenarnya sudah mengakui betapa musykilnya menjajakan doktrin Kristen kepada umat Islam. Dengan akal sehat dan akidah yang benar, umat Islam manapun menampik doktrin yang menyatakan bahwa Tuhan menjelma menjadi manusia untuk mati disalib secara biadab oleh manusia (ciptaan Tuhan), demi untuk menebus dosa manusia.
Yadi mengakui sendiri bahwa doktrin ‘tuhan yang menjelma jadi manusia lalu mati disalib secara keji’ itu sungguh musykil dan mustahil untuk dijelaskan secara logika:
“Umat Islam khususnya sangat menolak mengenai kematian Isa Almasih. Mereka selalu berkata: Kalau Isa Almasih memang Tuhan, kok mengalami kematian? Masa Tuhan bisa mati, disalibkan lagi layaknya seorang penjahat? Penulis menyadari tidak mudah untuk memberi jawaban atas pertanyaan di atas” (hlm 11).
Penginjil inipun memilih jalan pintas yang licik, menjelaskan doktrin Kristen dengan memelesetkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap mendukung doktrin Kristen yang batil. Langkah ini pun gagal total karena kebatilan Kristen tidak bisa dioplos dengan kebenaran Al-Qur’an. Karena konsep dasar Islam sudah final menyatakan kekafiran doktrin Trinitas dan Ketuhanan Yesus:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam…” (Qs. Al-Ma’idah 72).
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa…” (Qs. Al-Ma’idah 73).
Tuhan Akal-akalan Penginjil Kenthir
Setelah jurus dewa maboknya gagal dalam menyalahtafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menjajakan doktrin Trinitas, Penginjil Yadi kembali bermain logika. Pembaca diajak berakrobat main akal-akalan dalam memahami doktrin penjelmaan tuhan menjadi manusia. Ia menulis:
“Sekarang mari kita menggunakan logika, untuk memilih salah satu dari dua kemungkinan yang paling mungkin, supaya bisa diterima oleh “nalar”, yang acapkali menjadi kebanggaan bagi banyak orang, yaitu: Mana yang lebih mungkin menurut anda, manusia menjadi Tuhan atau Tuhan menjadi manusia?” (hlm. 30).
Inilah teologi kenthir (sinting, gila) Penginjil Abd Yadi dalam membela doktrin kristiani. Ia tidak sadar bahwa logika nakal ini justru melecehkan eksistensi tuhan yang diperjuangkannya. Pangkal kekeliruannya adalah memahami bahwa Tuhan itu Maha Kuasa sehingga diartikan bahwa Tuhan bisa berbuat apapun tanpa ada yang menghalang-halangi, termasuk menjelma (malih rupa) menjadi manusia Yesus untuk mati dibunuh di tiang salib demi menebus dosa manusia. Na’udzubillahi min dzalik.
Seandainya logika Penginjil Yadi itu diterapkan dan berlaku dalam teologi kristiani, maka betapa rusaknya teologi Kristen. Karena dengan prinsip itu, maka yang bisa menjadi tuhan tidak hanya Yesus Kristus saja. Bahkan segala binatang semisal anjing, babi, landak, tikus, tokek, kecoak, orong-orong, lalat, cacing dan belatung pun punya peluang menjadi tuhan. Alasannya, seperti kata Penginjil Yadi, “Mana yang lebih mungkin menurut anda, babi menjadi tuhan atau tuhan menjadi babi?” Weleh-weleh…!
Dalam pandangan Islam, memang Allah memiliki sifat “Al-Qadiir” (Maha Kuasa), tapi Allah juga memiliki sifat Maha Suci (Al-Quddus), Yang Maha Mulia (Al-Aziz), Maha Tinggi (Al-‘Aliy), Maha Besar (Al-Kabiir), Maha Bijaksana (Al-Hakiim), dsb. Dengan sifat-sifat yang maha sempurna itu, Allah juga memiliki karakter “Laysa kamitslihi syay’un,” bahwa Dia tidak akan menjelma maupun menyerupai makhluk (Qs. Qs. As-Syura 11, Al-Ikhlash 4).
Jadi, meskipun Tuhan memiliki sifat Maha Kuasa (‘ala kulli syay’in qodiir), tapi Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Suci tidak akan melakukan hal naif menjelma menjadi manusia yang berproses dari janin, bayi hingga dewasa lalu mati dibunuh di tiang salib. Subhanallahi ‘amma yashifuun.
Jika tidak segera bertobat dari doktrin Trinitas, maka Penginjil Yadi akan menjadi gila. Ia tidak bisa mengambil ibrah dari wasiat para teolog pendahulunya.
“Barangsiapa mencoba untuk mengerti Tritunggal secara tuntas dengan daya akal manusiawi, akan menjadi tidak waras. Tetapi barangsiapa menyangkal Tritunggal, akan kehilangan jiwanya” (Alban Douglas, Inti Ajaran Alkitab I, (penterj. H.A. Oppusunggu), BPK Gunung Mulia, Jakarta 1986, hal. 19-20).
Pakar teologi Alban Douglas mengatakan bahwa orang yang memahami Trinitas dengan akal akan menjadi gila. Kali ini Penginjil Abd Yadi benar-benar menjadi kenthir jadi korban Trinitas.
JURUSELAMAT CAP ‘AYAM BERKOKOK’
Supaya terkesan objektif, Penginjil Abd. Yadi memelintir ayat-ayat Al-Qur’an dan Alkitab (Bibel) untuk membanding-bandingkan Nabi Muhammad dengan Yesus Kristus.
Pada halaman 25-27 ia mengutip Al-Qur’an surat Al-Ahqaf 107, dan menarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad bukan juruselamat, karena beliau tidak mengetahui apa yang akan terjadi terhadap dirinya nanti. Alasan lain, dalam Hadits Shahih Bukhari No. 162-164 disebutkan bahwa beliau bersabda bahwa beliau tidak bisa menjamin anak dan orang tuanya di Hari Akhirat untuk masuk sorga. Maka beliau menganjurkan kepada mereka untuk berusaha sendiri agar selamat.
“Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan” (Qs Al-Ahqaf 9).
Lantas ia memaralelkan dengan ayat Bibel yang disimpulkan bahwa Yesus adalah satu-satunya juruselamat penebus dosa. Menurutnya, hal ini telah dimateraikan oleh Tuhan sendiri untuk membawa manusia kepada kehidupan kekal di sorga. Karena selain Yesus, di bawah kolong langit ini tidak ada seorang pun yang pernah naik ke surga, turun dari surga dan berkuasa di surga.
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Dari pemaparan itu nampak jelas bahwa Penginjil Yadi salah kaprah dalam memahami ayat-ayat baik Al-Qur’an maupun Bibel.
Dalam konsep Islam, ‘juruselamat’ manusia adalah Nabi Muhammad, sang nabi pamungkas yang diutus Allah untuk menyampaikan syariat Islam secara kaffah untuk seluruh alam semesta. Jika ingin selamat dunia dan akhirat, harus melaksanakan syariat Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW. Hal itu dapat disimak dalam surat beliau kepada kaisar Heraclius:
“Dengan ini saya mengajak tuan untuk menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, maka tuan akan selamat.”
Kesaksian Paulus dalam Kisah Para Rasul 4:12 bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat, tidak dapat dipercaya. Karena Paulus bukan murid Yesus dan tidak pernah ketemu dengan Yesus. Kesaksian tersebut bertentangan dengan kesaksian Tuhan bahwa Juruselamat manusia itu itu hanya Allah sendiri.
“Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah Tuhan dan tidak ada juruselamat selain daripada-Ku” (Yesaya 43:10-11).
Jika Nabi Muhammad tidak maha tahu apa yang akan terjadi pada dirinya, itu wajar karena beliau bukan Tuhan. Bukan satu kelemahan dan cacat bagi beliau. Karena semua nabi tidak bisa berbuat apa-apa dari dirinya sendiri, kecuali dengan mukjizat seizin Allah SWT. Para nabi tidak tahu apapun yang akan terjadi, kecuali diberikan wahyu dari Allah SWT. Rasulullah hanya mengetahui apa yang akan terjadi hanya melalui wahyu yang diterimanya.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an surat Luqman 34 bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi besok selain Dia sendiri? Surat Al-An’am 59 juga mempertegas bahwa kunci-kunci semua yang ghaib (mafatihul ghoib) itu hanya Allah saja yang tahu.
Jika mau objektif membaca kitab sucinya sendiri, seharusnya Penginjil Yadi pun mengimani bahwa Yesus pun tidak bisa berbuat apa-apa dari dirinya sendiri, kecuali dengan seizin Allah.
“Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri. Aku menghakimi sesuai dengan apa yang aku dengar, dan penghakimanku adil, sebab aku tidak menuruti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku” (Yohanes 5:30).
Yang lebih fatal lagi, Bibel menyebut pengetahuan dan ramalan Yesus tentang apa yang akan terjadi itu sering meleset tak terjadi. Misalnya, dia berkata bahwa ayam tidak akan berkokok sebelum Petrus menyangkal Yesus 3 kali (Lukas 22:33–34). Faktanya, Petrus baru menyangkal Yesus satu kali, ayam sudah berkokok (Markus 14:68).
Meramal ayam berkokok saja meleset tak terbukti, kok berani-beraninya menyatakan Yesus sebagai penjelmaan Tuhan untuk mati menebus dan menyelamatkan manusia dari dosa? [AW]