LONDON, Panjimas.com – Doktrin Selibat Katolik (celibacy, pantang menikah) kembali memakan korban. Akibat menentang fitrah manusiawi, Romo Pastur Laurence Soper terjatuh dalam dosa besar perzinahan.
Pastor sepuh yang kini berusia 72 tahun itu melampiaskan nafsu seksualnya secara brutal kepada para siswanya di sekolah St Benedict’s Ealing, London Barat. Gilanya, aksi perzinahan terhadap anak-anak lelaki (homoseks) itu dilakukan pada saat jam belajar. Korbannya anak-anak berusia 14 hingga 16 tahun.
Total aksi bejat pastor Katolik sejumlah sembilan kasus itu dilakukan dalam kurun waktu 1972 hingga 2010. Setelah ditetapkan sebagai buron (DPO) pada tahun 2011, Pastor Soper kabur ke Kosovo.
Selama lima tahun Pastur pedofili itu hidup dalam pelarian sejak 2011. Saat pulang kampung ke Inggris, Pastor Soper dicokok polisi begitu sampai di Bandara Luton London pada Minggu (21/8/2016).
“Soper ditangkap petugas saat tiba kembali dari Kosovo ke Inggris di bandara Luton Airport. Saat ini ditahan di kantor polisi London barat,” ujar juru bicara kepolisian seperti dirilis Mirror Online.
Penangkapan pastor homoseks itu sesuai dengan Surat Perintah Penangkapan Eropa untuk Soper pada tahun 2012. Penangkapan ini mengakhiri sengketa hukum yang panjang antara Inggris dan Kosovo mengenai tempat penangkapan Soper.
Kepolisian Kosovo menyatakan, pastor cabul itu dikenal dengan nama lengkap Andrew Charles Kingston Soper yang biasa disapa “Romo Laurence.”
Babak berikutnya, pada bulan ini pengadilan Kosovo untuk kedua kalinya menolak mengekstradisi pastor cabul Katolik itu. Pengadilan memutuskan dia tidak bisa diekstradisi karena batas waktu penuntutan tindak pidana tersebut sudah kedaluarsa.
Pastur Soper pernah menjabat sebagai kepala biara Ealing Abbey di London Barat pada 1991-2000. Ia menjadi terdakwa pelecehan seksual setelah seorang pria berusia berusia 40 tahun mengadukannya ke polisi.
Setelah menyandang status buronan polisi, pastur pedofili itu menghilang dan hidup dalam pelarian sejak 2011. Dia dituduh melakukan kekerasan seksual terhadap lima anak ketika dia mengajar di sebuah sekolah Katolik swasta di London.
Menyusul laporan independen Inggris tentang 21 kejadian kekerasan seksual pendeta dari 1970an sampai 2010, sekolah St Benedict’s London telah meminta maaf secara resmi pada tahun 2011.
KAWIN DIPANTANG, SKANDAL SEKS PASTOR MARAK
Salah satu doktrin khas Katolik adalah Selibat (celibacy), yaitu hidup membujang (pantang menikah) sepanjang hayat bagi para imam, diakon dan biarawati.
Anehnya, di gereja yang menerapkan doktrin Selibat Suci, justru banyak sekali pelaku selibat yang terjatuh dalam dosa zina di lingkungan gereja yang digembalakannya. Padahal, tujuan selibat adalah untuk lebih mencintai Tuhan secara totalitas.
Energi Gereja Katolik Roma terkuras untuk mengatasi berbagai kasus skandal seksual yang dilakukan oleh para pastor, uskup dan biarawan terhadap anak-anak (pedofilia) di berbagai negara: Irlandia, Amerika Serikat, Jerman, Austria, Belanda, Denmark, Swiss, dll.
Sedemikian maraknya skandal seksual di gereja Katolik, sampai-sampai pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Benediktus XVI menerbitkan surat Pastoral, Jumat (19/3/2010) sebanyak 18 lembar. Paus menganggap kasus tersebut sebagai kejahatan yang serius.
Bahkan Kanselir Jerman Angela Merkel mengeluarkan statemen saat berpidato di parlemen, Rabu (17/3/2010), mengecam pelecehan seksual di Gereja Katolik terhadap anak-anak sebagai kejahatan yang keji. Merkel bahkan menyebut Gereja sedang berada di jantung skandal.
Bulan April 2012, Konferensi Waligereja America Serikat (United States Conference of Catholic Bishops/USCCB) mengeluarkan laporan tentang skandal seks yang melanda Gereja AS, yang menghabiskan dana milaran dolar.
Laporan skandal seks gereja itu, selain mengejutkan dan memanaskan telinga umat Katolik, juga merugikan Gereja Katolik AS hingga miliaran dolar. Tak tanggung-tanggung, USCCB melaporkan kerugian gereja akibat skandal para klerus itu mencapai $2.488.405.755 atau kurang lebih sekitar 21 triliun rupiah (jika menggunakan kurs rata-rata 9.100 rupiah per dolar). Rinciannya, $2.129.982.621 untuk keuskupan dan eparki dan $358.428.134 untuk tarekat religius. Biaya mahal harus dikeluarkan gereja untuk penyelesaian kasus, terapi para korban, membayar pengacara, tunjangan bagi para pelaku, dan biaya lain-lain. [AW/Lum]