(Panjimas.com) – Paling tidak sejak tragedi 911, Islam selalu distigmakan sebagai teroris. Opini tersebut dibentuk dengan sedemikian santer di media, sehingga sampai mengaburkan daya kritis masyarakat dunia. Kebanyakan orang, termasuk kalangan Muslim, menjadi seakan percaya dan menerima begitu saja opini bahwa Islam adalah teroris.
Namun sebenarnya bila kita mau lebih bijak dalam berpikir, bersabar untuk meneliti walau tak begitu mendalam, siapa pun dan apa pun agamanya, akan menemukan siapa sebenarnya yang lebih pantas disebut teroris.
Mari kita coba menelusuri sejarah salah satu agama besar yang para penganutnya demikian getol membangun opini negatif terhadap Islam dan Muslim, yakni Kristen.
Inkuisisi
Inkuisisi adalah institusi hukum kepausan yang didirikan guna memberantas golongan yang disebut heretics atau heresy. Menurut hukum canonikal, yakni hukum Gereja Katholik Roma di abad pertengahan, heresy didefinisikan sebagai kesalahan atas doktrin yang telah jelas dinyatakan dalam kredo, dan menjadi kepercayaan sah gereja. Bahasa mudahnya, kaum heretics adalah mereka yang tidak berkeyakinan sesuai doktrin gereja yang diakui pemerintah kala itu.
Siapa yang mendapat cap heretics, ia dibawa ke mahkamah inkuisisi yang memiliki kewenangan menyelidiki, menangkap, menahan, menyiksa, bahkan membunuh. Dan golongan atau kaum yang masuk katagori heretics adalah Kristen yang ajarannya menyimpang dari gereja yang sah, Yahudi, Muslim, juga para perempuan penyihir.
Aksi pemberantasan kaum heretics ini dilakukan sejak masa Kaisar Konstantin, yakni abad ke-4 Masehi. Praktek itu masih dilakukan pada abad ke-17. Ilmuwan yang menyebarkan teori sains yang bertentangan dengan doktrin gereja, tak luput dari sasaran. Galileo Galilei dan Nicholas Chopernicus adalah dua ilmuwan yang mendapat hukuman gereja waktu itu.
Kepada kaum heretics, institusi inkuisisi memberi tawaran, mengikuti ajaran gereja, atau diusir atau dibunuh. Pembantaian massal bukan lagi menjadi hal aneh. Dan ini terjadi di berbagai wilayah di Eropa. Akibatnya, terjadi arus pengungsian ke berbagai belahan dunia. Salah satunya ke wilayah kekhalifahan Turki Utsmani.
Islam Berjiwa Kemanusiaan
Jauh berbeda dengan Kristen di Eropa, sejarah mencatat bahwa pemerintahan Islam adalah penebar kasih sayang. Islam memberi ruang kebebasan penganut agama lain menjalankan agama mereka. Mereka diizinkan hidup di dalam wilayah kaum Muslimin dan mendapat perlindungan.
Hal ini terbukti pada sikap Turki Utsmani terhadap kaum Yahudi yang mengungsi dan hidup selama 600 tahun di sana. Mereka hidup berdampingan dengan kaum Muslimin dan merasakan kenyamanan. Hingga di dalam hati mereka tiada niatan untuk keluar dan memisahkan diri dari masyarakat Muslim.
Eropa pun sempat tercengang dengan potret kehidupan bangsa yahudi di negeri Islam. Pada tahun 1535, David Dei Rossi mencatat bahwa orang-orang Yahudi yang nenek moyang mereka ditindas oleh gereja di Eropa, di negeri Islam mendapat perlakuan sebaliknya. Bahkan diantara mereka mendapat kedudukan di pemerintahan Turki Utsmani.
Inilah indahnya Islam. Di dalam prinsip keagamaan begitu tegas menyatakan bahwa hanya Islam agama yang benar. Bahkan Al-Qur’an sendiri memuat kritik-kritik tajam yang menyatakan kekeliruan dan kejahatan kaum Yahudi dan Nashrani. Namun dalam hidup bermasyarakat, kepada pemeluk kedua agama itu, Islam dan Muslim memberikan ruang interaksi dalam kedamaian. Bahkan pemerintahan Islam memberi perlindungan dan jaminan kelangsungan hidup bagi mereka.
Maka dari itu, hendaknya kita, siapa pun dan beragama apa pun, menilai lebih cerdas, jujur, dan adil, siapa yang lebih pantas distigmakan sebagai teroris! Wallahu a’lam.
[Rujukan: Adian Husaini MA. 2004. Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, GIP)