YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Bulan Desember, di banyak tempat di Yogyakarta bisa kita saksikan pernak-pernik khas Natal. Namun begitu tak sedikit orang yang belum paham apa sebenarnya Natal itu, dan bagaimana sejarah kemunculannya. Dan ternyata masih ada sebagian Muslim yang ikut serta di dalam acaranya.
Melihat kenyatan demikian, Panjimas.com sebagai media Islam perlu memberikan gambaran apa itu Natal. Maka pada Rabu (16/12/2015) menanyakan hal ini kepada seorang tokoh mualaf Yogyakarta, Hasan Lubis. Berikut pemaparan singkatnya.
Natal dan Dewa Matahari
Pada masa itu di Romawi terdapat dua kelompok aliran Kristen. Satu kelompok menganut teologi monoteisme, dan yang satunya menganggap Yesus sebagai tuhan. Hubungan keduanya tidak harmonis dan mengusik ketenteraman warga.
Maka Kaisar Konstantin, penguasa Romawi waktu itu berkeputusan mengambil sikap. Pada tahun 325 M dia mengumpulkan tokoh-tokoh kedua kelompok itu di kota Nicea. Dengan cara voting, raja penganut paganisme ini mengambil konsep teologi mana yang akan diakui oleh negara, dan harus dianut oleh semua oreng Kristen di sana. Dan ternyata kelompok yang menuhankan Yesus-lah yang menang. Maka Kristen model itulah yang resmi diakui oleh negara.
Namun karena Konstantin sendiri seorang pagan yang menyembah Dewa Matahari, dan berkedudukan sebagai penguasa negara, maka intervensi teologi pun dia lakukan. Di antaranya adalah menetapkan tanggal lahir anak Dewa Matahari, 25 Desember, sebagai hari perayaan kelahiran Yesus atau yang disebut Natal. Yang mana sebelumnya, penganut Kristen merayakan Natal pada bulan Januari.
Natal Penuh Kesyirikan
Melihat asal mula kemunculan Natal yang ternyata merupakan hari ulang tahun anak Dewa Matahari yang dipaksakan oleh Konstantin dengan kekuasaannya, maka Hasan menilai bahwa perayaan Natal itu penuh kesyirikan.
“Maka Natal itu perayaan yang penuh kesyirikan,” terangnya. Rabu, (16/12/2015)
Muslim Dilarang Ikut Natalan
Lalu Ketua Mualaf Center Yogyakarta ini menegaskan bahwa mengikuti acara perayaan Natal, bagi muslim adalah dilarang oleh Islam.
“Jadi menghadiri acara Natal itu secara syar’i haram, karena berarti telah menyalahi Millah Ibrahim, yaitu tauhid!” tegasnya. [IB]