(Panjimas.com) – Satu-satunya ayat Bibel yang paling sering disalahgunakan para misionaris Kristen untuk melegitimasi kebencian terhadap umat Islam, Nabi Muhammad Saw dan bangsa Arab adalah kitab Kejadian 16:12.
Berdasarkan ayat ini, mereka sering menuding umat Islam sebagai kaum keledai liar dalam konotasi negatif dan jahat. Perhatikan ungkapan dalam artikel “Apakah Ishmael Juga Salah Seorang dari Para Nabi?” yang diunggah di situs Kristenisasi berkedok Islam ####bacaquran.com berikut:
“Salah satu tokoh dalam kitab suci yang dikagumi umat Muslim adalah Ishmael; apalagi nabi mereka dengan bangganya mengklaim bahwa ia adalah keturunan Ishmael yang merupakan salah seorang dari para nabi Allah. Bagaimana mungkin Ishmael adalah seorang nabi, sementara Perjanjian Lama sendiri menggambarkannya sebagai seorang dengan perilaku seperti “keledai liar,” yang tangannya akan melawan setiap orang dan tangan setiap orang akan melawan dia; dan dia akan tinggal berhadap-hadapan dengan semua saudaranya?” (Kejadian 16:12).”
Tuduhan akal-akalan misionaris rasialis pedengki (hasader) ini sangat lemah dan terbantahkan dengan fakta-fakta berikut:
Pertama. Allah Swt menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa Ismail AS adalah seorang nabi dan rasul yang terpercaya (shadiqal wa’di), terpilih (minal-akhyar), penyabar (minas-shabirin) dan derajatnya ditinggikan di atas umatnya (Qs Maryam 54, Shad 48, Al-Anbiya’ 85, Al-An’am 86).
Bahkan sebelum menjadi, kelahiran Ismail AS pun telah dijuluki Allah sebagai anak yang penyabar (ghulamun haliim) (Qs Ash-Shaffat 101). Bibel pun mengakui, sebelum kelahirannya, malaikat Tuhan telah mengabarkan nama yang indah untuk disematkan yaitu Ismail/Ismael (Ibrani: ישמעאל – Yisyma’El), yang berarti didengarkan oleh Tuhan (The Lord has heard, Kejadian 16:11).
Kedua. Bibel sendiri membantah keras tudingan misionaris itu dengan mengatakan bahwa Allah telah menurunkan berkat-Nya kepada Ismail dan menjadikannya banyak keturunan (Kejadian 16:10, 17:20).
“Allah berfirman: “Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar” (Kejadian 17:20).
Kalangan penginjil anti Arab menuduh Ismail sebagai anak Ibrahim yang tidak sah karena lahir dari budak. Tuduhan ini pun keliru, bertentangan dengan kitab suci mereka sendiri: “Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael” (1 Tawarikh 1:28).
Ketiga. Pelecehan misionaris Kristen kepada Nabi Ismail dan keturunannya sebagai “kaum keledai liar” yang berkonotasi jahat, beringas dan gemar berkelahi berdasarkan Kejadian 16:12, adalah kengawuran yang tidak bisa ditolerir.
Berdasarkan Alkitab (Bibel) sendiri, “keledai liar” (Ibrani: pere’ פרא) merupakan pujian atas sifat tangguh, bermakna manusia yang bebas mengembara dan berburu di padang pasir. Faktanya, julukan hebat ini sangat pantas bagi ketangguhan Nabi Ismail AS yang bisa survive di padang pasir yang terik tak ada mata air setetes pun.
Bibel mencatat, setelah terusir dari rumah atas tuntutan Sarai, Ismail dan ibunya (Hagar) hampir mati kehausan di padang gurun Bersyeba. Karena kesabaran, ketangguhan dan besarnya iman kepada Allah SWT, Ismail AS bisa bertahan hidup di gurun pasir yang panas dengan segala rintangan hidup yang keras. Pengalaman inilah yang membentuk karakternya menjadi sosok yang sabar, tegar, optimis, tawakkal, tegas dan lurus dalam menegakkan prinsip kebenaran.
Malaikat Tuhan pun menunjukkan kepada Hagar sebuah sumur sebagai jawaban atas doa Ismail. Di kemudian hari Ismail tumbuh menjadi seorang pemanah, menikahi seorang wanita Mesir dan memperanakkan 12 orang raja (25:12-16). Buah dari ketangguhan ini, Allah menyertai Ismail hingga dewasa menjadi nabi dan rasul-Nya (Kejadian 21:20).
Tak sedikit kalangan Kristen yang menafsirkan Ishak dan Ismael adalah seteru berdasarkan ayat tersebut, sehingga menurun kepada keturunan mereka di kemudian hari. Anggapan itu tidak benar, sebab kedua saudara itu sama-sama memakamkan ayah mereka, Nabi Ibrahim ketika wafat pada usia 175 tahun (Kejadian 25:7-9). Ini adalah keakraban dua nabi saudara sedarah.
Keakraban ini berlangsung hingga di kemudian hari, salah seorang keturunan Ismail menjadi panglima pasukan Daud (2 Samuel 17:24-25).
Jadi, tuduhan misionaris Kristen terhadap bangsa Arab, Nabi Muhammad dan umat Islam sebagai kaum keledai liar yang jahat adalah tuduhan yang ngawur dan tidak Alkitabiah.
Berdasarkan Alkitab (Bibel), justru bangsa Yahudilah yang diilustrasikan sebagai binatang buas.
“Yehuda (anak Ishak, pen) adalah seperti anak singa: setelah menerkam, engkau naik ke suatu tempat yang tinggi, hai anakku; ia meniarap dan berbaring seperti singa jantan atau seperti singa betina; siapakah yang berani membangunkannya?” (Kejadian 49:9).
“Lihat, suatu bangsa (Israel, pen), yang bangkit seperti singa betina, dan yang berdiri tegak seperti singa jantan, yang tidak membaringkan dirinya, sebelum ia memakan mangsanya dan meminum darah dari yang mati dibunuhnya” (Bilangan 23:24).
Karena bangsa Yahudi sudah sangat keterlaluan dalam bermaksiat dan berbuat dosa, maka murka Tuhan pun turun sehingga Dia menghancurkan Yahudi seperti melenyapkan bangsa Israel:
“Lalu berfirmanlah TUHAN: “Juga orang Yehuda akan Kujauhkan dari hadapan-Ku seperti Aku menjauhkan orang Israel, dan Aku akan membuang kota yang Kupilih ini, yakni Yerusalem, dan rumah ini, walaupun Aku telah berfirman tentangnya: Nama-Ku akan tinggal di sana!” (2 Raja-raja 23:27).
Teologi Rasialis Rekayasa Misionaris
Tuduhan para misionaris Kristen bahwa Tuhan hanya memberkati orang Israel dan tidak memberkati orang Arab, adalah ajaran misionaris rasialis yang sangat semberono dan tidak masuk akal.
Mungkinkah Tuhan begitu sentimen hingga membenci manusia berdasarkan garis keturunan? Maha Suci Allah dari pelecehan sedemikian keji. Karena Allah Yang Maha Adil telah mengajarkan Al-Qur`an dengan prinsip yang adil kepada manusia, bahwa Dia menilai manusia dari sisi ketakwaan. Maka orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah orang yang bertakwa:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu (Qs. Al-Hujurat 13).
Dalam tinjauan Kristen, teologi rasialis itu sama sekali tidak Alkitabiah, karena tidak bertolak belakang dengan ayat-ayat Alkitab (Bibel) sendiri. Dalam banyak ayat Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Tuhan tidak melihat (menilai) manusia dari suku bangsa, status sosial dan jasad lahiriahnya, melainkan dari amalan keshalihannya.
“Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Kisah Para Rasul 10:34-35).
Yang dinilai Tuhan adalah amal perbuatan manusia, maka siapapun yang bersalah akan menerima hukuman atas kesalahannya, tak peduli dari suku bangsa mana dia berasal.
“Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang” (Kolose 3:25).[suara-islam]
Tentang penulis, A. Ahmad Hizbullah MAG