PANJIMAS.COM – Situs misionaris Kristen yang satu ini benar-benar licik. Nama domainnya islami dengan membawa nama kitab suci Al-Qur’an, tapi seluruh artikelnya menyerang keabsahan Al-Qur’an.
Salah satu tulisan menohok Al-Qur’an yang dirilis dalam situs www.#####alquran.com adalah artikel berjudul “Kontradiksi Al-Quran dengan Sejarah dan Ilmu Pengetahuan.” Dalam pengantar artikel yang tidak mencantumkan nama penulisnya itu terang-terangan ingin menggugat keyakinan umat Islam bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci firman Allah.
Sang misionaris majhul tersebut membanding-bandingkan kisah penyaliban dalam Al-Qur’an dan Bibel, yang disimpulkan bahwa kisah penyaliban dalam Al-Qur’an itu fiktif:
“Pernahkah orang Mesir disalibkan? Al-Quran bukan hanya kelihatan salah pada penciptaan alam semesta. Tetapi juga sejarah. Dalam Qs 7:124, 12:41, dan 26:49 dikatakan bahwa pada masa Firaun, yaitu sekitar tahun 1450-1200 BC, telah terjadi penyaliban di Mesir. Faktanya, menurut catatan sejarah, penyaliban bukan bentuk penghukuman bagi seseorang di masa itu. Penyaliban dimulai berabad-abad kemudian oleh pemerintah Roma, bukan oleh Firaun di Mesir.”
Tuduhan misionaris picisan itu tidak berdasar sama sekali, hanya didominasi oleh sentimen anti Islam, ditambah dengan fanatisme buta yang overdosis terhadap doktrin Bibel.
Ayat Al-Qur’an yang dituduh fiktif oleh misionaris Kristen adalah sebagai berikut:
“Firaun berkata: “Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini). Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kalian semuanya” (Al-A’raf 123-124).
Ayat ini memberikan pencerahan yang indah kepada umat manusia melalui pendidikan tauhid, teladan perjuangan, dan pesan moral melawan kebatilan.
Al-Qur’an memotret dakwah Nabi Musa dan Harun AS kepada Firaun yang mengklaim dirinya sebagai tuhan (Qs. Al-A’raf 103-141, Thaha 9-82, Asy-Syu’ara’ 10-68, Al-Qashash 1-42, Al-Mukmin 21-46, dll).
Menanggapi seruan Musa dan Harun yang tampil sebagai nabi utusan Allah, Firaun menjawab dengan ejekan: “Apakah ada Tuhan selain aku?” Ketika Musa berhasil membuktikan kebenaran risalah Ilahi dengan hujjah yang jelas dan tak terbantahkan, Firaun menakuti-nakuti Musa dengan ancaman penjara dan siksa. Tapi Musa tak gentar sedikit pun dan berkata, “Bukankah aku telah mendatangkan bukti yang nyata kepadamu?” Firaun menantang lagi, “Apa bukti kehebatanmu?”
Untuk membuktikan kenabiannya, Musa diberi mukjizat oleh Allah SWT. Maka Musa melemparkan tongkat, lalu dengan izin Allah tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Kemudian Musa memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya, tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan cahaya matahari. Firaun yang sudah ketakutan, malah menuding Musa sebagai tukang sihir. Ia pun memanggil para ahli sihir kerajaan untuk melawan kehebatan Nabi Musa.
Kini Musa berhadapan dengan paranormal kerajaan yang terkenal hebat. Para ahli sihir itu melemparkan tali-temali dan tongkatnya seraya berkata, “Bi’izzati Fir’auna inna lanahnul-ghaalibuun” yang artinya, demi kekuasaan Firaun sungguh kami benar-benar akan menang (Qs Asy-Syu’ara’ 44). Seketika itu pula tali-temali dan tongkat itu berubah seolah-olah hidup menjadi ular yang sangat menakutkan.
Menghadapi serangan ahli sihir itu, atas petunjuk Allah, Musa melemparkan tongkatnya. Tongkat itu pun menjelma menjadi ular besar yang hidup dan memakan seluruh ular buatan para ahli sihir kerajaan.
Sontak, kekalahan telak itu menyadarkan para tukang sihir akan keyakinannya yang batil selama ini. Mereka pun bertaubat, beriman dan bersujud kepada Allah SWT. Dengan tulus mereka berikrar, “Amanna birobbil-‘alamin, robbi Musa wa Harun” (Qs. Al-A’raf 121-122, Asy-Syu’ara’ 47-48).
Firaun makin naik pitam, tidak mau menerima kekalahan ini. Dengan emosi, ia mengancam para tukang sihir dengan hukuman bunuh dan salib (Al-A’raf 123-124, Yusuf 41, Asy-Syu’ara’ 49).
Subhanallah!!! Ancaman ini sama sekali tidak menggetarkan iman para tukang sihir yang sudah bertaubat. Dalam kitab Al-Bidayah wan-Nihayah disebutkan bahwa ketika bersujud, Allah menampakkan rumah dan keindahan surga kepada para tukang sihir ini. Sehingga ancaman Firaun itu tidak ada efeknya sedikit pun bagi mereka. Mereka pun mati syahid disiksa dan disalib oleh Firaun.
Bagi para misionaris Kristen, ayat-ayat mulia dalam Al-Qur’an dijadikan sasaran tembak untuk melumat otentisitas Al-Qur’an. Ayat ini dituding mengalami kesalahan sejarah, karena penyaliban belum dikenal oleh orang-orang Mesir pada masa Firaun (tahun 1450-1200 SM). Menurut mereka, penyaliban baru dipraktikkan oleh bangsa Romawi berabad-abad setelah Firaun meninggal di Mesir.
Tingginya kemakmuran dan majunya peradaban bangsa Mesir membuat Firaun menjadi penguasa diktator, bahkan memproklamirkan diri sebagai tuhan yang harus disembah. Firaun tak segan-segan menghukum salib bagi rakyat yang menentangnya. Ia pun menyiapkan banyak salib (Al-Fajr 10).
Keberadaan Salib pada zaman Firaun, Musa dan Harun itu tidak bertentangan dengan sejarah yang mencatat bahwa Salib sudah dikenal pada zaman Mesir Kuno. Mula-mula masyarakat Mesir kuno mengenal salib di dalam bentuk Tau yang kemudian digabungkan dengan lingkaran di atasnya. Salib di Mesir ini dikenal dengan nama ”Crux Ansata” atau biasa disebut ”Key of the Nile.”
Sir J. Gardner Wilkinson dalam bukunya ”Manners and Customs of the Ancient Egyptians” menuliskan bahwa pada pemerintahan ini dikenal dengan Amenophis IV dan istrinya, keduanya telah menerima salib dari Dewa Matahari, kemudian mereka menggabungkan matahari dengan salib menjadi suatu simbol aneh yang disembah pada waktu itu. Jadi pada masa sebelum kekristenan eksis, salib bagi masyarakat Mesir kuno dihubungkan dengan simbol “Kehidupan” dan “Pemberi hidup” yang menunjuk kepada penyembahan Dewa Matahari.
Teolog Katolik, Herbert Haag dalam bukunya Biblisches Wörterbuch (Kamus Alkitab, hlm. 392) mengakui bahwa Salib sudah ada sejak dalam kebudayaan yang tertua Babylon, Meksiko, Mesir, dan Jerman. Di Mesir, salib dikenal dengan salib engsel, sedangkan di Jerman dikenal dengan salib roda matahari.
Jika salib sudah dikenal dalam kebudayaan tertua di Mesir, maka kisah Al-Qur’an tentang hukuman salib yang dilakukan Firaun di Mesir adalah fakta yang tidak perlu dipersoalkan. Hanya misionaris buta literatur saja yang ngeyel menolak kisah terindah dalam Al-Qur’an.
Penyaliban Yesus dalam Bibel Jelas Fiktif!!!
Setelah menuduh kisah Al-Qur’an fiktif, situs misionaris itu beralih menyanjung Alkitab (Bibel). Ia mengklaim kisah penyaliban Yesus dalam Bibel sebagai fakta sejarah:
“Penyaliban Isa Al-Masih adalah fakta sejarah. Alkitab, yang sebagiannya Muhammad mengerti, menegaskan bahwa menurut sejarah Isa Al-Masih wafat. Beberapa sarjana percaya, tulisan paling kuno tentang kematian Isa Al-Masih ditulis antara tiga sampai lima tahun sesudah penyaliban-Nya. Bahkan salah satu ayat Al-Quran mengatakan: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa Al-Masih), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku (Isa Al-Masih) meninggal dan pada hari aku (Isa Al-Masih) dibangkitkan hidup kembali” (Qs Maryam 33).
Klaim ini sangat menggelikan. Penyaliban Yesus diklaim sesuai sejarah tapi tak satupun argumen yang dikemukakan, bahkan ayat Bibel pun sama sekali tidak dikutip.
Lucunya, untuk mendukung klaim tersebut, ia mengutip Al-Qur’an surat Maryam ayat 33. Padahal ayat ini sama sekali tidak berbicara mengenai penyaliban, mendukung ayat Al-Qur’an lainnya bahwa Nabi Isa tidak pernah disalib maupun dibunuh (Qs An-Nisa’ 157).
Terlalu dipaksakan kalau doktrin penyaliban Yesus diklaim sebagai fakta sejarah. Jangankan sejarah, ayat-ayat Bibel yang bercerita tentang penyaliban Yesus saja masih simpang siur dan kontradiktif.
Misalnya, Injil Markus menyebutkan bahwa Yesus disalib pada jam sembilan (Markus 15:25), sementara Injil Yohanes menyatakan bahwa pada jam dua belas baru diadakan persiapan Paskah (Yohanes 19:14). Jadi, menurut Yohanes, jam sembilan Yesus belum disalib.
Selain kontradiktif, pemakaian kata “jam” pada ayat tersebut (jam sembilan dan jam duabelas) patut dipertanyakan. Karena pada zaman Yesus belum ada jam merek apapun. Penyaliban Yesus tidak hanya fiktif, tapi juga mengada-ada.
A. Ahmad Hizbullah MAG
[www.ahmad-hizbullah.com]