(Panjimas.com) – Pendeta Nico Zulkifli mendadak tersohor di kalangan Kristen, terutama jemaat Gereja Advent, lantaran materi khutbah dan kajiannya yang terbilang unik, berbeda dengan para pendeta Kristen pada umumnya. Saat manggung di gereja, ia tampil berapi-api menyampaikan orasi teologi dengan menyitir ayat-ayat Al-Qur’an yang diparalel dengan ayat-ayat Alkitab (Bibel).
Dalam kesaksiannya kepada jemaat, Nico mengaku sebagai mantan ustaz asal Batusangkar, Sumatera Barat. Ia pun menjadi rujukan jemaat dan terkenal dengan julukan Pakar Islamologi mantan ustaz fanatik berdarah Minang.
Penulis mendapat dua buah diktat Islamologi berjudul “Keselamatan Bagi Dunia” dan “Hari Kebahagiaan” karya Pendeta Nico Zulkifli. Dalam kedua makalah ini memiliki gaya yang sama, tanpa mencantumkan referensi apapun. Puluhan ayat Al-Qur’an dikutip Arab dan terjemahannya, lalu dikomentari secara tekstual untuk disandingkan dengan ayat-ayat Bibel dan diperalat untuk menjustifikasi doktrin Kristen Advent. Seluruh komentarnya terhadap Al-Qur’an melesat jauh dari tafsir baku yang diakui secara akademis dalam khazanah Islam.
Dalam diktat “Keselamatan Bagi Dunia” Pendeta Nico mengklaim bahwa ayat-ayat Al-Qur’an tidak pernah memvonis Kristen sebagai orang kafir.
Dengan menelisik sekilas diktat tersebut, sudah dapat disimpulkan bahwa Pendeta Nico adalah orang awam yang sama sekali bukan ustadz alias ustadz gadungan. Ia sama sekali tidak bisa bahasa Arab, bahkan bisa jadi ia tidak bisa membaca huruf hijaiyah.
Salah satu buktinya, pada halaman 4 ia mengutip nas Arab dari Al-Qur’an surat Al-Ankabut 46, “wa unzila ilaikum wa ilahuna wa ilahukum ilahun wahid.” Nas ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, “Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu (Esa).” Terjemahan tersebut sangat janggal karena tidak komplit. Nas “wa unzila ilaikum” sama sekali tidak diterjemahkan. Mestinya kesalahan ini tidak akan terjadi bila Pendeta Nico pernah jadi ustadz yang mengerti bahasa Arab.
Pada sub judul “Banyak Orang Mengatakan Dogma Trinitas itu Kafir, Benarkah Demikian?” ia mengutip surat Al-Ma’idah 73 dan Al-Baqarah 39. Ia mengakui bahwa menurut kedua ayat ini, orang kafir tidak akan pernah sampai ke surga. Namun, kedua ayat itu dipelintir bahwa yang dimaksud orang kafir dalam ayat tersebut bukan orang Kristen, melainkan orang Arab Quraisy, yang notabene Nabi Muhammad juga berasal dari Arab Quraisy. Orang Kristen bukan kafir tapi umat yang bertauhid. Ia merekayasa pengertian ayat tersebut sebagai berikut:
“Namun siapa kafir yang dimaksudkan itu? Orang Arab Quraisy yang menyembah Allah dan ilah-ilah lain yaitu berhala yang disebut Al-Latta, Al-Uzza, Al-Manatta dan satu berhala besar yang dibuat oleh Amin bin Hubayi yaitu Hubbal… Orang Kristen menyembah Allah yang Esa: Ulangan 6:4, ‘Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!’; Markus 12:29, ‘Tuhan itu Esa’” (hlm. 2-3).
Dengan kualitas pengajaran yang dangkal dan ngawur seperti itu, seharusnya Pendeta Nico malu mengaku sebagai mantan ustadz. Terlebih lagi mengaku ustadz dari Minang yang terkenal dengan postulat “adat basyandi syarak, syarak basyandi kitabullah.” Kekeliruannya sangat mencolok dan kasat mata. Hanya orang tak berakal saja yang percaya dengan ajaran Pendeta Nico. Seharusnya gereja malu dijejali ajaran bongak Pendeta Nico.
Pertama, ajaran ini salah besar. Tidak benar bila vonis kafir dalam surat Al-Ma’idah 73 dan Al-Baqarah 39 hanya ditujukan untuk orang kafir dari Arab Quraisy saja. Dari mana ia bisa menarik kesimpulan yang semberono seperti itu? Dalam ayat tersebut tidak ada kata “Arab Quraisy.” Dalam asbabun nuzul maupun kitab-kitab tafsir juga tidak ada yang menyatakan bahwa ayat ini khusus untuk Arab Quraisy.
Justru surat Al-Ma’idah 73 itu ditujukan secara khusus kepada orang yang meyakini ketuhanan Yesus, yakni umat Kristen. Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya setuju dengan pendapat Mujahid dan yang lainnya, bahwa ayat ini ditujukan secara khusus berkenaan dengan orang Kristen saja:
“Pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani saja secara khusus. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz VI hlm. 586).
Kedua, kesimpulan bahwa orang kafir dalam surat Al-Ma’idah 73 itu tertuju kepada orang Kristen, semakin jelas bila dibaca ayat sebelumnya. Ayat 72 secara tegas mengecam keras kekafiran umat yang meyakini keilahian Yesus:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun” (Qs Al-Ma’idah 72).
Menurut Abu Yahya Marwan bin Musa, Tafsir Al-Qur’an Hidayatul Insan, ayat 72 ini merupakan pernyataan tentang kafirnya orang-orang Kristen. Sedangkan ayat 73 menyatakan kafirnya doktrin Trinitas yang diyakini oleh sebagian orang-orang Nasrani. (Jilid 1, hlm. 372-373).
Ketiga, Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa salah satu golongan yang disebut kafir adalah Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Kristen.
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (Qs Al-Bayyinah 6).
Orang kafir Kristen semacam Pendeta Nico ini terancam nas ayat di atas: termasuk golongan kafir yang seburuk-buruk makhluk dan pasti masuk neraka yang kekal (fii naari jahanama khalidina).
Sebagai seorang penginjil, membela doktrin Trinitas adalah kewajaran, karena Gereja memandangnya sebagai doktrin dasar gereja (the fundamental doctrine of Christianity). Tapi bila itu dilakukan dengan mencomot ayat-ayat Al-Qur’an secara membabi-buta, maka maka Pendeta Nico Zulkifli tidak layak dijuluki pakar islamologi. Pendeta mantan ustadz gadungan ini lebih tepat dinobatkan sebagai “Pakak Islamologi!”
Pendeta Mantan Ustadz Gadungan yang Rabun Teologi
Klaim Pendeta Nico Zulkifli sebagai Kristen yang bertauhid (mengesakan Tuhan) itu menunjukkan bahwa dirinya sedang mengidap rabun teologi.
Dua ayat Ulangan 6:4 dan Markus 12:29 yang dikutip untuk membuktikan ketauhidan orang Kristen, adalah pengelabuan yang disengaja. Memang kedua ayat ini tidak mengajarkan Trinitas.
Tapi faktanya Gereja meyakini doktrin Trinitas berdasarkan konsili Konstantinopel tahun 381 M. Konsili yang diadakan oleh kaisar Theodosius untuk merevisi konsili Nicea 325 M ini melahirkan formula Trinitas yang dikenal dengan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel (Credo Niceano-Constantinopolitanum).
Kredo buatan manusia (bukan wahyu Tuhan) itu, oleh umat Kristen saat ini dikenal dengan sebutan “12 Pengakuan Iman Rasuli” atau “Syahadat Iman Rasuli” (Dr R Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, hlm. 123; Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, hlm. 81).
Pendeta Nico lupa, pura-pura tidak tahu, atau benar-benar buta sejarah, bahwa untuk melegalkan doktrin Trinitas, dalam Bibel sengaja disisipkan ayat Trinitas. Dalam Bibel, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian baru, hanya ada satu ayat yang menyatakan adanya tiga oknum (trinitas) dalam satu kesatuan Tuhan, yaitu: Tuhan Bapa, Firman (Yesus) dan Roh Kudus, yaitu yaitu 1 Yohanes 5:7.
Anehnya, semua teolog Kristen mengakui bahwa ayat Trinitas yang semata wayang ini tidak asli, tapi sengaja disisipkan ke dalam Bibel untuk menjustifikasi doktrin Trinitas.
Sejarah mencatat, orang yang pertama kali mengutip ayat Trinitas ini adalah seorang bidat Spanyol yang bernama Priscillian yang meninggal tahun 385 M. Karena ayat sisipan ini dianggap menyokong doktrin Trinitas, maka dunia Kristen mengakuinya sebagai bagian dari kitab suci. Maka ayat palsu ini pun menyelinap dalam Authorized Version Bible.
Dua belas abad kemudian, ayat tersebut dicetak Erasmus dalam edisi 1522-nya, yang dilanjutkan oleh Stephanus dengan mencetak edisi Perjanjian Baru Yunani tahun 1550 dengan menyebut ayat palsu Trinitas sebagai “Teks Yang Diterima.”
Sepandai-pandai teolog mengelabui, akan ketahuan juga. Beberapa versi Bibel secara objektif memberikan catatan kaki (footnote) pada ayat tersebut sebagai ayat palsu yang disisipkan setelah abad ke-16.
The Holy Bible New International Version misalnya, pada halaman 1242 menegaskan kepalsuan ayat ini dengan catatan pedas: “Not found in any Greek manuscript before sixteenth century.”
Selama ribuan tahun tak satupun nabi Allah yang mengajarkan Trinitas/Tritunggal. Tapi dengan dukungan ayat palsu, doktrin yang diakui Gereja sebagai puncak misteri iman ini bisa diimani bahkan dijajakan oleh Pendeta Nico Zulkifli dengan mengacak-acak penafsiran Al-Qur’an. Ah sia-sia saja, ibarat menegakkan benang basah!! [A. Ahmad Hizbullah MAG/ahmad-hizbullah.com]
Kamus:
Bongak (minang) = bodoh
Pakak (minang) = pekak/budeg