(Panjimas.com) – “Maka, celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya.”( QS. Al-Ma’un: 4- 6)
Kita pasti bertanya, kok bisa, seorang hamba yang rajin shalat, tapi celaka dan tergelincir ke neraka? Kok bisa, seseorang yang rajin umrah, tapi melakukan perbuatan yang tak senonoh? Kok bisa yang selalu mengenakan pakaian takwa, berperilaki amoral?
Perlu diingat, orang yang taat beribadah pun tetap saja tidak lepas dari godaan syaitan. Karena syaitan adalah musuh manusia yang paling nyata, dan akan terus menggoda hingga hari kiamat. Seperti firman Allah: Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Az-Zukhruf : 62)
“Itulah sebabnya, faktor situasi dan lingkungan menjadi suatu kerentanan yang luar biasa jika tidak tertangani dengan baik. Dari semula, di jalan yang lurus, kemudian bergeser ke jalan yang menyimpang. Dalam tempo singkat dan proses sekejab, orang normal berubah menjadi abnormal. Ini lagi-lagi faktor lingkungan dan situasi,” kata pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.
Ada yang lebih ekstrim, pemuka agama pun bisa khilaf, melakukan tindakan tak senonoh kepada jamaah-jamaah mereka. Bahkan, ada oknum guru agama yang melakukan perbuatan cabul kepada muridnya. Ini menujukkan, orang-orang beriman akan terus digoda dan membuatnya lalai.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani).
Ketahuilah, Syaitan tak pernah lelah dan putus asa untuk terus membujuk rayu, menggoda, dan menjerumuskan orang-orang beriman hingga ke lembah nista. Adalah Nabi dan orang shaleh yang justru godaannya lebih hebat dari orang biasa. Itulah sebabnya, shalat tak sebatas ritual dan gerak, tapi membawa pengaruh dan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
Mereka yang shalatnya khusyu dan terjaga dari perbuatan keji dan mungkar, dipastikan tak akan pernah berdusta, tak akan mengingkari janji, dan tak akan berkhianat. Orang beriman yang shalatnya ditegakkan, tak sebatas menggugurkan kewajiban, tak akan pernah menyakiti saudaranya, akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan amoral. Ada rasa takut dan merasa diawasi.
Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya shalat itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Rasulullah Saw pun bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila shalat, maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”.
Harus diakui, manusia adalah tempat bersalah, bisa saja bersikap khilaf, sengaja atau tak sengaja melakukan dosa besar maupun kecil. Perlu refleksi diri setiap setiap kali shalat, memohon agar Allah ampuni segala dosa, dan terhindar dari godaan syaitan yang terkutuk. Maka shalat yang terbaik adalah ketika kita merasa diawasi oleh Yang Maha Melihat. Disitulah hakekat shalat sesungguhnya.
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Muslim yang meyakini dalam pengawasan Allah, ia berupaya mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenci-Nya, mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujudlah akhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah diutus oleh Allah Swt. “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad). (desastian)